I
PENDAHULUAN
Segala Puji Bagi Allah. Sesungguhnya
kesucian dan kebenaran hanyalah bersumber dari dan diniatkan/ditujukan kepada
Allah. Sering kita bertanya-tanya bagaimana bentuk akuntansi di Indonesia?
Seperti kita ketahui hampir seluruh ‘peta’ akuntansi Indonesia merupakan by
product Barat. Akuntansi konvensional (Barat) di Indonesia bahkan telah
diadaptasi tanpa perubahan berarti. Hal ini dapat dilihat dari sistem
pendidikan, standar, dan praktik akuntansi di lingkungan bisnis. Kurikulum,
materi dan teori yang diajarkan di Indonesia adalah akuntansi pro Barat. Semua
standar akuntansi berinduk pada landasan teoritis dan teknologi akuntansi IASC (International
Accounting Standards Committee). Indonesia bahkan terang-terangan menyadur Framework
for the Preparation and Presentation of Financial Statements IASC, dengan
judul Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dalam Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)
(Mulawarman 2006b; 2007d).
Benarkah akuntansi ada dalam Islam ? Pertanyaan ini begitu menggelitik, karena
agama sebagaimana dipahami banyak kalangan (termasuk sebagian besar muslim di
Indonesia), hanyalah kumpulan norma yang lebih menekankan pada persoalan moralitas.
Dan karenanya prinsip-prinsip kehidupan praktis yang mengatur tata kehidupan
modern dalam bertransaksi yang diatur dalam akuntansi, tidak masuk dalam
cakupan agama. Anggapan terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang berdasarkan
syariah Islam) wajar saja dipertanyakan orang. Sama halnya dengan orang
meragukan dan mempertanyakan seperti apakah ekonomi islam. Akuntansi konvensional
yang sekarang berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan
membentuk lingkungannya. Oleh karena itu, jika akuntansi dilahirkan dalam
lingkungan kapitalis, maka informasi yang disampaikannyapun mengandung
nilai-nilai kapitalis. Kemudian keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil
pengguna informasi tersebut juga mengandung nilai-nilai kapitalis. Singkatnya,
informasi akuntansi yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik
juga. Jaringan inilah yang akhirnya mengikat manusia dalam kapitalisme. Bila
diperhatikan, budaya dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Islam dan
barat terdapat perbedaan yang sangat besar. Dalam masyarakat Islam terdapat
sistem nilai yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun
kelompok. Hal ini tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam
budaya dan sistem nilai ini menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola
hubungan yang berbeda pula.
Perkembangan terbaru, saat ini telah
disosialisasikan sistem pendidikan akuntansi “baru” yang merujuk
internasionalisasi dan harmonisasi standar akuntansi. Pertemuan-pertemuan, workshop,
lokakarya, seminar mengenai perubahan kurikulum akuntansi sampai standar
kelulusan akuntan juga mengikuti kebijakan IAI berkenaan Internasionalisasi
Akuntansi Indonesia tahun 2010 (Mulawarman 2007d).
Dunia bisnis tak kalah, semua
aktivitas dan sistem akuntansi juga diarahkan untuk memakai acuan akuntansi
Barat. Hasilnya akuntansi sekarang menjadi menara gading dan sulit sekali
menyelesaikan masalah lokalitas. Akuntansi hanya mengakomodasi kepentingan ”market”
(pasar modal) dan tidak dapat menyelesaikan masalah akuntansi untuk UMKM yang
mendominasi perekonomian Indonesia lebih dari 90%. Hal
ini sebenarnya telah menegasikan sifat dasar lokalitas masyarakat Indonesia
(Mulawarman 2006b).
Seiring dengan meningkatnya rasa keberagamaan (religiusitas) masyarakat
Muslim menjalankan syariah Islam dalam kehidupan sosial-ekonomi, semakin banyak
institusi bisnis Islami yang menjalankan kegiatan operasional dan usahanya
berlandaskan prinsip syariah. Untuk mengelola institusi Islami ini diperlukan
pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan. Pencatatan akuntansi dan pelaporan
keuangan dengan karakteristik tertentu yang sesuai dengan syariah. Pencatatan
transaksi dan pelaporan keuangan yang diterapkan pada institusi bisnis Islami
inilah yang kemudian berkembang menjadi akuntansi syariah. Akuntansi syariah
(shari’a accounting) menurut Karim (1990) merupakan bidang baru dalam studi
akuntansi yang dikembangkan berlandaskan nilai-nilai, etika dan syariah Islam,
oleh karenanya dikenal juga sebagai akuntansi Islam (Islamic Accounting).
Akuntansi
secara sosiologis saat ini telah mengalami perubahan besar. Akuntansi tidak
hanya dipandang sebagai bagian dari pencatatan dan pelaporan keuangan
perusahaan. Akuntansi telah dipahami sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai (value
laden), tetapi dipengaruhi nilai-nilai yang melingkupinya. Bahkan akuntansi
tidak hanya dipengaruhi, tetapi juga mempengaruhi lingkungannya (lihat Hines
1989; Morgan 1988; Triyuwono 2000a; Subiyantoro dan Triyuwono 2003; Mulawarman
2006).
Ketika akuntansi tidak bebas nilai,
tetapi sarat nilai, otomatis akuntansi konvensional yang saat ini masih
didominasi oleh sudut pandang Barat, maka karakter akuntansi pasti
kapitalistik, sekuler, egois, anti-altruistik. Ketika akuntansi memiliki
kepentingan ekonomi-politik MNC’s (Multi National Company’s) untuk
program neoliberalisme ekonomi, maka akuntansi yang diajarkan dan dipraktikkan
tanpa proses penyaringan, jelas berorientasi pada kepentingan neoliberalisme
ekonomi pula (Mulawarman 2007d).
Sayangnya, yang terjadi saat ini adalah praktek dari sistem akuntansi barat
yang lebih mengarah kepada sistem bebas nilai guna meraih keuntungan sebesar –
besarnya. Tapi apakah sistem akuntansi barat tersebut telah berhasil
memakmurkan kehidupan seluruh umat manusia secara global ? Ternyata tidak.
Karena sistem akuntansi tersebut hanyalah ciptaan dari manusia, maka sistem
akuntansi barat tersebut tetap tidak akan sempurna. Terbukti dengan krisis
global yang melanda seluruh dunia akibat dari gagalnya sistem akuntansi
konvensional yang digadang – gadang oleh barat. Sekarang setelah sistem
akuntansi konvensional yang ada telah gagal, adakah solusi yang masuk akal
untuk mengatasi segala krisis yang ada. Sistem akuntansi syariah bisa menjadi
solusinya.
II
PEMBAHASAN
Dari sisi ilmu pengetahuan,
Akuntansi adalah ilmu yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi
informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan
dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva,
utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah
Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan
permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan
sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan,
analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam
menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Lebih dari satu decade yang lalu Francis (1990) telah mencoba menarik
perhatian para akuntan agar melihat akuntansi tidak hanya sekedar sebagai
angka-angka yang mencerminkan realitas ekonomi semata, akan tetapi melihat juga
akuntansi sebagai praktik moral dan diskursif, seperti dikemukakan dalam
pernyataan berikut:
Akuntansi hendaknya dilihat sebagai praktik moral dan diskursif. Sebagai
praktik moral, akuntansi secara ideal dibangun dan dipraktikan berdasarkan
nilai-nilai etika, sehingga informasi yang dipancarkan juga bernuansa etika,
dan akhirnya keputusan-keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan etika tadi
mendorong diciptakannya realitas ekonomi dan bisnis yang beretika. Sebagai
praktik diskursif, akuntansi dipandang sebagai alat menyampaikan informasi
kepada orang lain yang berpengaruh pada perilaku penggunanya (users), dan
sebaliknya pengguna informasi akuntansi mempunyai kemampuan mempengaruhi
akuntansi sebagai instrument bisnis (dalam Triyuwono 2000 dan 2001).
Mungkin belum banyak orang yang mengetahui bahwa Akuntansi yang merupakan
cabang ilmu ekonomi yang saat ini sangat pesat perkembangannya disemua sektor
baik swasta maupun publik, ternyata konsep dasarnya telah diperkenalkan oleh
Al- Quran, jauh sebelum Lucas Pacioli (dikenal dengan “Bapak Akuntansi”)
memperkenalkan konsep akuntasi double-entry bookkeeping dalam salah satu buku
yang ditulisnya pada tahun 1494. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 282 di atas, Allah secara garis besar telah menggariskan
konsep akuntansi yang menekankan pada pertanggungjawaban atau
akuntabilitas. Tujuan perintah dalam
ayat tersebut jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran yang menekankan
adanya pertanggung jawaban. Dengan kata
lain, Islam menganggap bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai
urgensi yang sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai
alat bukti (hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang
material) sangat diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu
mengingkari perjanjian yang telah dibuat.
Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian terhadap
semua aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti berupa:
faktur, nota, bon kuitansi atau akta notaris untuk menghindari perselisihan
antara kedua belah pihak. Dan tentu saja adanya sistem pelaporan yang
komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua transaksi dapat dikelola
dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran. Menariknya lagi,
penempatan ayat tersebut sangat relevan dengan sifat akuntansi, karena
ditempatkan pada surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina yang sebenarnya
merupakan lambang komoditas ekonomi.
Akuntansi (accounting) sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah
al-muhasabah. Dalam konsep Islam,
akuntansi termasuk dalam masalah
muamalah, yang berarti dalam masalah muamalah pegembangannya diserahkan kepada
kemampuan akal pikiran manusia.
Pada perkembagangan selanjutnya, konsep-konsep praktik akuntansi Islam pada
saat ini mulai berkembang dengan pesat.
Bahkan di Indonesia, konsep tersebut telah teruji pada saat krisis
moneter melanda Indonesia pada tahun 1998.
Hal ini terbukti Bank yang mengunakan konsep akuntansi syariah ternyata
lebih bertahan menghadapi krisis ekonomi, dibandingkan dengan Bank umum
lainnya. Tercatat pada saat ini banyak
lembaga-lembaga keuangan Islam, seperti: Bank Syariah, perusahaan asuransi
(takafful), dana reksa syariah dan leasing syariah.
Keberadaan akauntansi syariah sebagai idiologi masyarakat Islam menerapkan
ekonomi Islam dalam kehidupan sosial ekonomi, dikenali dari persyaratan
mendasar yang harus dipenuhi dan tujuan diselenggarakan akuntansi syariah
(Hameed, 2001). Persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh akuntansi syariah
yaitu benar (truth), sah (valid), adil (justice), dan mengandung nilai-nilai
kebaikan atau ihsan (benevolenc). Sedangkan tujuan diselenggarakan akuntansi
syariah adalah memberikan informasi secara lengkap untuk mengetahui nilai dan
kegiatan ekonomi yang bertentangan dan yang diperbolehkan oleh syariah,
meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan
kegiatan usaha, serta menentukan hak dan kewajiban pihak-pihak yang
berkepentingan (terkait) dalam suatu entitas. Ekonomi syariah berlandaskan pada
konsep kejujuran, keadilan, kebajikan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai dan
etika bisnis Islami.
Akuntansi syariah diperlukan oleh masyarakat Islam sebagai instrument
pendukung menerapkan praktik ekonomi Islam dalam tata kehidupan sosial-ekonominya
dengan dasar pertimbangan berikut (Yusoh dan Ismail, 2001 dalam Harahap, 2001);
Adanya konsep kepemilikan yang
diyakini oleh orang Islam bahwa harta dan kekayaan adalah milik Allah SWT,
manusia hanyalah penerima amanah yang harus mempertanggungjawabkan
pemanfaatannya sesuai dengan syariah.
Adanya konsep personal
accountability yang harus dipatuhi oleh Islam dalam menjalin hubungan
dengan Allah SWT (hablum minallah) dan menjalin hubungan dengan sesame manusia
(hablum minannas).
Adanya konsep distribusi kekayaan
secara adil yang harus dilaksanakan oleh orang Islam yaitu melalui mekanisme
kewajiban membayar zakat.
Berangkat dari pengertian akuntansi sebagai idiologi, Baydoun dan Willet
(2000:82) mengungkapkan adanya perbedaan yang sangat mendasar mengenai sistem,
prinsip dan kriteria akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah. Selain
perbedaan sistem, prinsip dan kriteria akuntansi syariah dibandingkan dengan
akuntansi konvensional yang melahirkan suatu bentuk akuntansi syariah yang
memiliki karakteristik unik, perbedaan yang lebih mendasar sebenarnya terletak
pada kerangka konseptual yang mendasari kedua bentuk akuntansi tersebut.
Kerangka konseptual akuntansi syariah, dirumuskan menggunakan pendekatan
epistimologi Islam, sedangkan kerangka konseptual akuntansi konvensional
dirumuskan menggunakan pendekatan epistimologi kapitalis.
Adapun prinsip akuntansi syariah
yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
1) Transakasi yang menggunakan
prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
Mudharabah berarti akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama menyediakan seluruh modal ( 100 % ) dan pihak kedua menjadi pengelola.
Contoh Mudharabah adalah kerja sama antara Nabi dengan khadijah dalam usaha dagang,
dimana Nabi sebagai pekerja sedangkan Khadijah sebagai pemilik modal, beberapa
waktu sebelum pernikahan mereka.
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi sumbangan dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan. Contoh Musyarakah adalah pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank
sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu
selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut barsama bagi hasil yang telah
disepakati untuk bank.
2) Transaksi yang menggunakan
prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna.
Murabahah adalah perjanjian
jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang
diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar
harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank
syariah dan nasabah. Contoh murabahah, kita ingin beli rumah/mobil/motor tapi belum
ada uang, lalu kita pinjam ke bank syariah. Bank syariah membelikan barang dan
kita mencicil ke bank syariah. Untuk itu bank mengambil untung sekian persen
dari harga barang. Bisa 5%,10% dan sebagainya tergantung kesepakatan antara
bank dan kita.
Salam adalah prinsip jual beli dimana pembayaran dilakukan di muka, dan
barang diserahkan dikemudian hari. Contohnya adalah pembelian kosmetik dari
merk terkenal tertentu. Kita memesan terlebih dahulu dan membayarnya, sedangkan
barangnya akan dating kemudian.
Istishna dikatakan sebagai akad jual beli antara pembeli dan pembuat
barang. Artinya penjual harus terlebih dulu membuat barang yang diinginkan
pembeli. Cara pembayaran bisa di muka (seperti salam), bisa diangsur atau
ditangguhkan sampai waktu yang ditentukan. Contohnya adalah pengrajin pembuat
kaos yang membuat kaos dalam jumlah besar untuk kampenye partai.
3) Transaksi yang menggunakan
prinsip sewa, seperti ijarah.
Perjanjian sewa yang memberikan kepada penyewa untuk memanfaatkan barang
yang akan disewa dengan imbalan uang sewa sesuai dengan persetujuan dan setelah
masa sewa berakhir maka barang dikembalikan kepada pemilik, namun penyewa dapat
juga memiliki barang yang disewa dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Contohnya adalah sewa rumah.
4) Transaksi yang mengunakan
prinsip titipan, seperti wadiah.
Wadiah adalah titipan yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat jika
pemilik yang bersangkutan menghendaki.
1. Wadiah Yad Dhamanah
Untuk jenis peminjaman yang satu ini si penitip mengizinkan orang yang
menjaga barang titipan memanfaatkan barang yang dititipkan. Si penitip berhak
meminta sesuatu yang dititipkan kapan saja dalam keadaan utuh. Dan satu lagi, orang
yang menjaga barang titipan boleh memberikan bonus yang diperuntukkan kepada
penitip. Contohnya adalah jika kita menabung di Bank Syariah. Tabungan yang kita
setor secara default adalah Wadiah Yad Dhamanah. Jadi Bank bisa menggunakan
uang yang kita setor. Terkadang ada bonus yang
diberikan oleh bank yang besarnya
tergantung kondisi keuangan Bank.
2. Wadiah Yad Amanah
Kalau wadiah adalah keadaan dimana si pemilik barang tidak mengizinkan
barangnya digunakan oleh orang yang menjaga barang. Tapi sebagai gantinya si
penitip wajib membayar ke orang yang dititipi. Contohnya adalah jasa parkir.
Kadang kita mungkin tidak sadar bahwa parkir mobil atau motor sebenarnya
adalah menitipkan barang milik kita (dalam
hal ini motor atau mobil kita). Dan kita tidak mengizinkan tukang parker untuk
memakai mobil atau motor kita. Jadi sudah kewajiban kita untuk membayarkan tarif
kepada tukang parker yang menjaga kendaraan kita.
5) Transaksi yang menggunakan
prinsip penjaminan, seperti rahn.
Rahn adalah jaminan hutang dengan barang yang memungkinkan pelunasan hutang
dengan barang tersebut atau dari nilai barang tersebut apabila orang yang
berhutang tidak mampu melunasinya. Contohnya adalah jasa pegadaian dengan
prinsip Ar – Rahn (Gadai Syariah).
Karakteristik perbedaan antara prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi
konvensional adalah akuntansi syariah tidak mengenal riba dalam prakteknya,
tidak mengenal konsep time-value of money, uang sebagai alat tukar bukan
sebagai komoditi yang diperdagangkan serta menggunakan konsep bagi hasil. Hal ini sejalan dengan konsep Islam seperti yang tercantum dalam Al-Quran
(2:275-281), dimana Allah telah menjelaskan tentang hukum riba dan akibatnya
bagi orang yang memakan riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan menunaikan
zakat. Selain itu dalam ayat lain (QS, 2:283) dalam bermuamalah dapat
dilakukan dalam perjalanan, dan hal ini menuntut adanya pembuktian agar suatu
waktu hendak menagih memiliki bukti yang cukup atau adanya barang yang dibawa
senilai barang dagangan yang ditinggalkan (borg).
Akuntansi konvensional lahir dalam lingkup kapitalis
sehingga dasar yang digunakan adalah semata-mata rasio tanpa mempertimbangkan
sisi teologis. Sesuai dengan perkembangannya ternyata hal ini tidak sejalan
karena tidak mampu menjawab kebutuhan moral yang dewasa ini sangat dibutuhkan.
Penyajian laporan keuangan misalnya, dibuat sedemikian rupa agar mencerminkan
kebutuhan dan kepentingan stockholder. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan
Karl Max bahwa akuntansi kapitalis hanya merupakan legalisasi kaum kapitalis
untuk tetap eksis.
Dalam perkembangannya akuntansi konvensional mendapat tantangan serius dari
akuntansi Islam. Praktik akuntansi sudah sangat lama ada di kalangan bangsa
Arab kuno. Pada jaman Rasulullah saw berdasarkan firman Allah SWT, Rasulullah
berusaha untuk membersihkan praktik keuangan yang bebas dari unsur riba,
monopoli, perjudian, pemerasan, dan segala praktik yang hanya menguntungkan
satu pihak.
Akuntansi merupakan bagian dari ajaran Islam, penambahan kata Islam dalam
ilmu akuntansi bukan karena saat ini label Islam sedang laris manis “dijual”.
Namun, kata Islam menegaskan pada masyarakat sekuler bahwa ilmu akuntansi Islam
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip ketauhidan. Eksistensi akuntansi Islam
menegaskan betapa kaya universalitas Islam. Islam tidak hanya agama yang mengatur
hubungan individu dengan Allah SWT, akan tetapi menjelaskan dan memberi
penerangan bagaimana seharusnya manusia menjalani hidupnya di dunia.
Perspektif akuntansi islam tidak hanya menempatkan akuntansi sebagai ilmu
merekayasa angka, namun melihat akuntansi dari sisi pemahaman teologis.
Hendriksen (1992) menyatakan bahwa lingkungan merupakan faktor paling penting
dalam mempengaruhi perkembangan dan perumusan teori. Lingkungan kapitalis akan
melahirkan teori akuntansi kapitalis sekuler, dan lingkungan islam seharusnya
dapat melahirkan teori akuntansi Islam. Akuntansi tidak dapat dipisahkan dari
akuntan, masyarakat, karena merupakan hasil dari interaksi sosial. Politik,
hukum, budaya merupakan realitas sosial yang mempengaruhi teori akuntansi.
Realitas lembaga keuangan islam menunjukan bahwa islam tidak hanya mengatur
masalah kepentingan bisnis namun ada unsur tenggang rasa sosial (zakat).
Menurut Toshikabu Hayashi dalam
tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat
(Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan
berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada
konsep Akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari
Tuhan yang bukan ciptaan manusia dan Akuntansi Islam sesuai dengan
kecenderungan manusia yaitu hanief yang menuntut agar perusahaan juga
memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di
akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan
Allah SWT. Masing – masing manusia memiliki
Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan
saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum
Syariah lainnya.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber
dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas
(persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf
(adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah
Akuntansi dalam Islam, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari
kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan
norma-norma masyarakat Islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi
sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah
Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai
berikut:
- Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
- Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
- Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
- Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
- Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
- Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
- Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok
Pikiran Akuntansi Islam, antara lain terdapat pada hal-hal sebagai
berikut:
- 1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
- 2. Modal dalam konsep Akuntansi Konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
- 3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
- 4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
- 5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
- 6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Komponen
laporan keuangan entitas Syariah meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan
arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana investasi terikat,
laporan sumber dan penggunaan dana zakat, laporan sumber dan penggunaan dana qardh
dan catatan atas laporan keuangan. Sedangkan komponen laporan keuangan
konvensional tidak menyajikan laporan perubahan dana investasi terikat, laporan
sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana qardh.
III
KESIMPULAN
Jadi, dari semua uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa konsep Akuntansi Islam jauh
lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat
serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi
Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan
lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an.
“……… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.” (QS.An-Nahl/ 16:89). Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
akuntansi berdasarkan perspektif Islam adalah dalam rangka menyajikan laporan
keuangan secara benar sehingga diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar
perhitungan zakat. Selain itu yang
tidak kalah pentingnya adalah akuntansi sebagai bukti tertulis yang dapat
dipertanggug jawabkan dikemudian hari.
Pesan ini jelas dapat dilihat pada akhir surat (QS 2:283) tersebut. “….dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu….”
Pesan ini ini mengisyaratkan bahwa
Allah senantiasa menganjurkan untuk bertakwa (takut kepada Allah) dalam
menjalankan kegiatan apapun termasuk dalam menjalankan pekerjaan akuntansi, dan
membuktikan bahwa Allah senantiasa memberi petunjuk dalah hal-hal yang
bermanfaat bagi manusia. Terbukti pada
saat Al-Quran diturunkan, kegiatan muamalah belum sekomplek sekarang. Namun demikian Allah telah mengajarkan untuk
melakukan pencatatan (akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti dan
kesaksian hingga lahirlah seperti sekarang ini adanya notaris, pengacara,
akuntan dan sebagainya supaya terhindar dari masalah.
Akuntansi syariah mengajarkan kita sebagai manusia
untuk tidak mencari keuntungan semata, tetapi juga mencari keridhoan Allah
dalam segala kegiatan yang kita lakukan. Selain itu, dalam akuntansi syariah kita juga
dituntut untuk bersikap sesuai dengan etika yang baik antar sesama manusia.
Kita tidak boleh hanya memikirkan kepentingan kita sendiri, tapi kita juga
harus mengingat bahwa dalam sebagian harta yang kita miliki terdapat hak orang
lain yang harus kita penuhi. Akuntansi syariah yang bersumber dari ajaran Allah
tentunya akan dapat menciptakan maslahat bagi seluruh umat manusia. Jadi tidak
ada salahnya jika kita mengaplikasikan akuntansi syariah dalam segala kegiatan
ekonomi guna menyejahterakan kehidupan kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Untuk Anda para Pecinta Judi Online yang takut hasil kemenangan Anda tidak dibayar, Saya ingin merekomendasikan Anda di S128Cash Bandar Judi Online Terbaik dan Terpercaya.
BalasHapusSaya berani jamin, seberapa besar kemenangan Anda pasti akan tetap dibayar.
Dengan begitu Anda bisa bermain dengan nyaman dan tidak perlu ada yang dikhawatirkan.
S128Cash sendiri menyediakan semua permainan FAIRPLAY serta Populer, seperti :
- Sportsbook
- Live Casino
- Sabung Ayam Online
- IDN Poker
- Slot Games Online
- Tembak Ikan Online
- Klik4D
Dapatkan juga berbagai PROMO BONUS Menarik dari S128Cash, yaitu :
- BONUS NEW MEMBER 10%
- BONUS DEPOSIT SETIAP HARI 5%
- BONUS CASHBACK 10%
- BONUS 7x KEMENANGAN BERUNTUN !!
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami melalui :
- Livechat : Live Chat Judi Online
- WhatsApp : 081910053031
Link Alternatif :
- http://www.s128cash.biz
Judi Bola
Situs Judi Bola Terbesar