MARKETING SYARIAH :
KAJIAN TENTANG PEMASARAN SYARIAH
Perkembangan dunia marketing atau pemasaran di dunia
saat ini sedang bergejolak dengan adanya persepsi yang selama ini berkembang di
benak masyarakat bahwa pasar non – syariah atau pasar konvensional selalu lebih
menguntungkan secara finansial dibandingkan pasar syariah karena sistem
bunganya. Pasar syariah sendiri hanya dipahami sebagai pasar untuk kaum Muslim
saja, pasar yang tertutup bagi kaum non-Muslim. Pemahaman masyarakat umum akan
peran pemasaran pun masih sempit. Pemasar diidentikkan dengan penjual yang
dekat dengan kecurangan, penipuan, paksaan dan lainnya yang memperburuk citra seorang
pemasar. Padahal, jika diteliti lebih lanjut, peran pemasar itu sangat penting
bagi perusahaan. Karena hal tersebut, pemasar harus menjaga integritas,
identitas, dan image perusahaan. Dan hal ini mencakup seluruh kegiatan bisnis
strategis. Karenanya setiap pemasar (semua karyawan di perusahaan) harus
mempunyai values atau nilai-nilai yang kuat sehingga ia tidak berlaku curang,
tidak menipu, tidak memaksa, dan lain hal sebagainya. Jadi, persepsi bahwa
pasar konvensional selalu lebih menguntungkan dan pasar syariah diartikan
sebagai pasarnya kaum Muslim semata tidaklah tepat. Walaupun begitu, perubahan
persepsi bukanlah suatu hal yang tidak mungkin sejalan dengan perubahan
kebutuhan dan keinginan manusia di masa depan, saat ini sudah mulai terjadi
pergeseran pasar dari tingkat intelektual / rasional, menuju ke emosional, dan
akhirnya bertransformasi ke spiritual. Pasar spiritual ini akan
mempertimbangkan kesesuaian produk, keuntungan finansial, dan nilai – nilai
spiritual yang diyakininya. Namun, tidak secara keseluruhan pasar rasional akan
berpindah ke spiritual. Disinilah tantangan terbesar sistem syariah dalam membidik
pasar rasional karena pasar rasional nerupakan pasar terbesar. Oleh karena itu,
muncullah sebuah konsep solusi untuk mambawa pasar rasional ini ke wilayah
pasar spiritual yaitu konsep yang biasa disebut syariah marketing.
Pemasaran sendiri adalah bentuk muamalah yang
dibenarkan dalam Islam, sepanjang dalam segala proses transaksinya terpelihara
dari hal-hal terlarang oleh ketentuan syariah dengan demikian secara sederhana,
Marketing syariah merupakan penerapan suatu
disiplin bisnis strategis yang sesuai dengan nilai dan prinsip syariah. Jadi
marketing syariah dijalankan berdasarkan konsep keislaman yang telah diajarkan
Nabi Muhammad SAW. Ini artinya bahwa dalam syariah marketing, seluruh proses,
baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai
(value), tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan
prinsip-prinsip muamalah yang Islami. Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan
penyimoangan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu
transaksi apapun dalam pemasaran dapat dibolehkan. Menurut Hermawan Kartajaya,
nilai inti dari marketing syariah adalah Integritas dan transparansi, sehingga
marketer tidak boleh bohong dan orang membeli karena butuh dan sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya. Marketing syariah bukan hanya
sebuah marketing yang ditambahkan syariah karena ada nilai-nilai lebih pada
marketing syariah saja, tetapi lebih jauhnya marketing berperan dalam syariah
dan syariah berperan dalam marketing. Marketing berperan dalam syariah
diartikan perusahaan yang berbasis syariah diharapkan dapat bekerja dan
bersikap profesional dalam dunia bisnis, karena dengan profesionalitas dapat
menumbuhkan kepercayaan kosumen. Syariah berperan dalam marketing bermakna
suatu pemahaman akan peuntuk menciptakan dan menawarkan bahkan dapat merubah
suatu values kepada para stakeholders sehingga perusahaan tersebut dapat
menjaga keseimbangan laju bisnisnya sehingga menjadi bisnis yang sustainable.
Dalam hal teknis marketing syariah, salah satunya terdapat syariah marketing
strategy untuk memenangkan mind-share dan syariah marketing value untuk
memenangkan heart-share. Syariah marketing strategy melakukan segmenting,
targeting dan positioning market dengan melihat pertumbuhan pasar, keunggulan
kompetitif, dan situasi persaingan sehingga dapat melihat potensi pasar yang
baik agar dapat memenangkan mind-share. Selanjutnya syariah marketing value
melihat brand sebagai nama baik yang menjadi identitas seseorang atau
perusahaan, sehingga contohnya perusahaan yang mendapatkan best customer
service dalam bisnisnya sehingga mampu mendapatkan heart-share.
Sebagai sebuah solusi, marketing syariah
diimplementasikan dengan berbisnis mengikuti cara Nabi Muhammad SAW. Nabi
Muhammad sebagi seorang pedagang memnberikan contoh yang baik dalam setiap
transaksi bisnisnya. Beliau melakukan transaksi secara jujur, adil dan tidak
pernah membuat pelanggannya mengeluh, apalagi kecewa.Beliau selalu menepati
janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar kualitas sesuai denganpermintaan
pelanggan. Reputasinya sebagai pedagang yang benar dan jujur telah tertanam
dengan baik sejak muda. Beliau selalu memperlihatkan rasa tanggung jawab
terhadap setiap transaksi yang dilakukan. Beliau benar-benar mengikuti
prinsip-prinsip perdagangan yang adil dalam transaksi-transaksinya. Oleh karena
itu, dalam transaksi bisnisnya sebagai
pedagang professional tidak ada tawar menawar dan pertengkaran antara Muhammad
dan para pelanggannya, sebagaimana sering disaksikan pada waktu itudi pasar-pasar
sepanjang jazirah Arab. Segala permasalahan antara Muhammad dengan pelanggannya
selalu diselesaikan dengan adil dan jujur, tetapi bahkan tetap meletakkan
prinsip-prinsip dasar untuk hubungan dagang yang adil dan jujur tersebut.
Disini terlihat bahwa beliau tidak hanya bekerja secara professional, tetapi
sikap profesionalisme beliau praktikkan pula ketika telah dilantik menjadi
Nabi.Beliau memimpin sahabat-sahabatnya dengan prinsip-prinsip profesionalisme;
memberinya tugas sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. Tidak
bersifat KKN, semuanya berjalan dengan professional dan tentunya dengan
tuntunan Allah. Selain itu, Beliau telah
mengikis habis transaksi-transaksi dagang dari segala macam praktik yang mengandung
unsur penipuan, riba, judi, gharar, keraguan, eksploitasi, pengambilan untung
yang berlebihan dan pasar gelap. Beliau juga melakukan standardisasi timbangan
dan ukuran, serta melarang orang-orang menggunakan timbangan dan ukuran lain
yang tidak dapat dijadikan pegangan standar. Nabi Muhammad juga melarang beberapa jenis perdagangan, baik
karena sitemnya maupun karena ada unsur-unsur yang diharamkan didalamnya.
Memperjualbelikan benda-benda yang dilarang di dalam Al-Quran adalah haram.
Selanjutnya, Nabi Muhammad melarang harga yang dibayarkan untuk darah, dan
mengutuk orang yang menerima dan membayar riba (bunga), orang yang merajah tato
di kulit, orang yang menato dirinya, dan pematung (HR Al-Bukhari), karena
barang yang bersih” berarti sehat dan diperoleh dengan cara yang halal. Karena itu
apa yang dihasilkannya pun menjadi halal.
Kita dapat melihat dalam kehidupan berbisnis sehari-hari, betapa
kebiaaan bersumpah palsu dalam meyakinkan pembeli menjadi pemandangan
sehari-hari. Sumpah palsu sering dijadikan “senjata” dalam meyakinkan pembeli.
Karena kita tidak yakin akan keunggulan dari barang dagangan kita, tidak dapat
memberikan pelayanan yang baik, kita bersumpah untuk meyakinkan pembeli.
Kebiasaan ini selain memperlihatkan rendahnya profesionalisme, juga terlarang
dalam bisnis syariah. Selain itu, kita juga hendaknya memperdulikan sumber
penghasilan kita, karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap darah dan
daging yang dibesarkan dari sumber yang tidak halal. Jika segumpal darah atau
kalbu dari anak dan istri kita terbentuk dari sumber yang tidak halal, maka
kelak akan menghasilkan pula generasi-generasi yang moralnya rusak, akhlaknya
menyimpang dan tingkah lakunya tidak terpuji.
Dalam marketing syariah dikenalkan juga bagaimana
berbisnis dengan kalbu (hati). Karena hati merupakan sumber pokok bagi segala
kebaikan dan kebahagiaan seseorang. Sesungguhnya yang terpenting dari kehidupan
kita ini adalah terpilihnya pribadi kita, dan inti dari pribadi kita, dan inti
dari pribadi kita itu adalah keadaan hati atau kalbu kita. Secerdas apa pun
akal pikiran, jika hatinya busuk dan jahat, maka kecerdasan tersebut malah akan
menimbulkan malapetaka. Begitu pula kekuatan dan keindahaan tubuh akan membawa
mudarat manakala tidak disertai dengan terpeliharanya kebeningan hati. Kalau
hati kita bersih dan sehat, pikiran pun bisa jernih dan sehat seta bisa menjadi
cerdas dan produktif, karena tidak ada waktu untuk berpikir licik, dengki, atau
keinginan untuk menjatuhkan orang lain. Kalau tidak hati-hati benar, hidup ini
sangat melelahkan. Sekali saja kita tidak suka pada seseorang, lambat laun
kebencian itu akan memakan waktu, produktivitas dan memakan kebahagiaan kita.
Kita akan lelah memikirkan orang yang kita benci. Jika hati ini bersih, pikiran
bisa menjadi jernih. Ketika tidak ada waktu untuk iri, semua hal akan masuk
dengan mudah, karena tidak akan ada ruang untuk meremehkan siapapun. Akibatnya,
kita akan memiliki akses data yang sangat tinggi, akses informasi yang
benar-benar melimpah, akses ilmu yang benar-benar luas. Ujung-ujungnya, kita
akan mampu menghasilkan ide-ide cemerlang, kreatif dan inovatif dalam membangun
gagasan-gagasan baru dalam suatu perusahaan. Kita dengan mudah membawa
perusahaan kita menghadapi situasi persaingan yang demikian ketat. Keterkaitan
antara bisnis dan qalbun salim (hati yang selamat; selamat dari segala
kebusukan) tentu sangatlah erat. Kita harus menyadari bahwa persoalan terbesar
yang dihadapi dalam aktivitas binis adalah masalah manusianya. Sedangkan
manusia itu sendiri bergantung pada suasana hatinya. Di sinilah perlu
pengetahuan baru dalam mengelola bisnis, yaitu bagaimana mengelol bisnis dengan
hati. Pada akhirnya kita dapat mengatakan bahwa kalau seorang pebisnis sudah
menjalankan bisnisnya dengan jujur, dengan hati yang bening, maka bisnis yang
dijalankannya insya Allah akan bermutu tinggi, memiliki nilai pelayanan yang
berkualitas, mampu membangun merek yang baik,
tercipta positioning yang bagus di benak pelanggannya, sehingga dia akan
sangat dicintai oleh pelanggannya.
Salah satu hal yang menarik dalam marketing syariah
adalah implementasi model marketing yang dikenal dengan nama Sustainable Marketing Enterprise (SME). Dalam model SME, konsep
pemasaran disini tidaklah berarti pemasaran sebagi sebuah fungsi atau
departemen dalam perusahaan, tetapi bagaimana kita bisa melihat pasar secara
kreatif dan inovatif. Pemasaran bukanlah hanya seperti anggapan orang, yaitu
study untuk menjual. Atau seperti yang dipahami beberapa kalangan hanyalah marketing mix semata, yaitu pembuatan
strategi untuk produk (product), harga (price), tempat (place) atau promosi
(promotion). Namun pengertian terhadap pemasaran itui sendiri cakupannya lebih
luas. Dalam syariah marketing strategy yang pertama harus dilakukan dalam
mengeksplorasi pasar. Besarnya ukuran pasar (market size), pertumbuhan pasar
(market growth),, keungguklan kompetitif (competitive advantages) dan situasi
persaingan (competitive situation). Setelah menyusun strategi, kita harus
menyusun taktik untuk memenangkan market-share yang disebut Syariah Marketing
Tactic. Pertama-tama, setelah mempunyai positiong yang jelas di benak
masyarakat, perusahaan harus membedakan diri dari perusahaan lain yang sejenis.
Untuk itu diperlukan differensiasi sebagai core tactic dalam segi content (apa
yang ditawarkan), context (bagaimana menawarkannya) dan infrastruktur (yang
mencakup karyawan, faslitas dan teknologi). Kemudian menerapkan differensiasi
secara kreatif pada marketing mix (product, price, place, promotion). Karena
itu marketing-mix disebut sebagai creation tactic. Walaupun bergitu selling
yang memegang peranan penting sebagai capture tactic juga harus diperhatikan
karena merupakan elemen penting yang berhubungan dengan kegiatan transaksi dan
langsung mampu menghasilkan pendapatan.
Dari penjelasan
tersebut mengenai kajian tentang pemasaran
syariah, dapat ditarik kesimpulan bahwa marketing syariah merupakan sebuah
solusi dalam menghadapi praktik pemasaran konvensional yang kurang menjunjung tinggi nilai – nilai
moralitas serta hak dan kewajiban
pembeli kurang dihargai dalam transaksi jual beli, keadaan ini dirasa
masyarakat sangat merugikan konsumen, sehingga terjadi perubahan persepsi
masyarakat yang menginginkan kondisi
pasar yang jauh dari praktik kebohongan dan kecurangan yang sering dilakukan
penjual atau pebisnis saat ini. Dalam marketing syariah, seluruh proses, baik
proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai (value),
tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip
muamalah yang Islami. Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan penyimoangan
prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu transaksi apapun
dalam pemasaran dapat dibolehkan. Rasulullah sendiri telah memberikan contoh
kepada kita, tentang cara-cara berbisnis yang berpegang teguh pada kebenaran,
kejujuran, sikap amanah serta tetap memperoleh keuntungan. Nilai-nilai inilah
yang menjadi landasan atau hukum dalam melakukan suatu bisnis. Rasulullah
adalah profile kesuksesan dalam melakukan spititualisasi pemasaran. Oleh karena
itu, kita bisa mencontoh sikap nabi
dengan mengutamakan nilai-nilai spiritual (Islam). Dalam melakukan pemasaran
dan bisnis hendaknya kita memenuhinya dengan nilai-nilai ibadah. Selain itu
menjadikan Allah sebagai persinggahan terakhir dari spirit aktifitas ekonomi
yang kita lakukan. Dalam Al-Quran (QS. Al-An’am (6):162) dinyatakan
”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan
matiku hanyalah untuk Allah”. Praktik
marketing syariah ini tidak hanya berlaku bagi kaum Muslim saja, melainkan kaum
non – Muslim pun dapat menjalankan
praktik syariah karena Nabi Muhammad itu menyebarkan ajaran Islam
pasti bukan hanya untuk umat Islam saja. Jadi tidak apa-apa jika nilai
marketing syariah ini inisiatif orang Islam supaya bisa menginspirasikan orang
lain. Makin banyak non-Muslim yang ikut menerapkan nilai ini, makin bagus agar
tercipta kondisi pemasaran yang mensejahterakan penjual dan pembeli dengan
menjauhi praktik – praktik yang bersifat penipuan atau kecurangan dalam
pemasaran. Konsep marketing syariah ini sendiri saat ini baru berkembang seiring
berkembangnya ekonomi syariah. Beberapa perusahaan dan bank khususnya yang berbasis syariah telah menerapkan konsep ini dan telah mendapatkan
hasil yang positif. Kedepannya diprediksikan marketing syariah ini akan terus
berkembang dan dipercaya masyarakat karena nilai-nilainya yang sesuai dengan
apa yang dibutuhkan masyarakat yaitu kejujuran. Akhirnya, seorang pebisnis
hendaknya menerapkan praktik pemasaran syariah ini sebagai bentuk ibadah kepada
Allah sehingga usaha yang dijalankan akan mendapat ridho dan rahmat dari Allah
dengan bentuk kesuksesan di dunia dan akherat kelak dan pemasaran spiritual ini
jangan sampai menjadi tren saja, tapi terbentuk secara sistemik dalam aktivitas
bisnis sehari-hari kita. Kejujuran adalah instrumen penting dalam merengguh keunggulan bersaing. Dengan
demikian persaingan tak lagi dilumuri oleh kecurangan dan penindasan. Wa’Allahu
alam bish shawab.
REFERENSI
·
Kertajaya, Hermawan dan
Muhammad Syakir Sula, 2006, Syariah
Marketing, Mizan
·
Ganara, Thorik dan Utus Hardjono Sudibyo, 2007, Marketing
Muhammad, Bandung : Madani Prima
·
http://elqorni.wordpress.com/2008/08/06/dasar-marketing-syariah/
( 3 Mei 2010)
·
http://www.syakirsula.com/
( 3 Mei 2010)
·
http://www.shariaheconomics.org/2009/marketing-syariah/
( 3 Mei 2010)
·
http://www.hudzaifah.org/Article489.phtml
( 3 Mei 2010)
DISUSUN OLEH :
ASTI WULANDARI
(08312228)
ADITYA PRATAMA P
(08312233)
DWI ANI PRAMUDYASIWI (08312258)
Marketing Syariah
BalasHapus