Rabu, 03 April 2013

MARKETING SYARIAH : KAJIAN TENTANG PEMASARAN SYARIAH


MARKETING SYARIAH : KAJIAN TENTANG PEMASARAN SYARIAH

Perkembangan dunia marketing atau pemasaran di dunia saat ini sedang bergejolak dengan adanya persepsi yang selama ini berkembang di benak masyarakat bahwa pasar non – syariah atau pasar konvensional selalu lebih menguntungkan secara finansial dibandingkan pasar syariah karena sistem bunganya. Pasar syariah sendiri hanya dipahami sebagai pasar untuk kaum Muslim saja, pasar yang tertutup bagi kaum non-Muslim. Pemahaman masyarakat umum akan peran pemasaran pun masih sempit. Pemasar diidentikkan dengan penjual yang dekat dengan kecurangan, penipuan, paksaan dan lainnya yang memperburuk citra seorang pemasar. Padahal, jika diteliti lebih lanjut, peran pemasar itu sangat penting bagi perusahaan. Karena hal tersebut, pemasar harus menjaga integritas, identitas, dan image perusahaan. Dan hal ini mencakup seluruh kegiatan bisnis strategis. Karenanya setiap pemasar (semua karyawan di perusahaan) harus mempunyai values atau nilai-nilai yang kuat sehingga ia tidak berlaku curang, tidak menipu, tidak memaksa, dan lain hal sebagainya. Jadi, persepsi bahwa pasar konvensional selalu lebih menguntungkan dan pasar syariah diartikan sebagai pasarnya kaum Muslim semata tidaklah tepat. Walaupun begitu, perubahan persepsi bukanlah suatu hal yang tidak mungkin sejalan dengan perubahan kebutuhan dan keinginan manusia di masa depan, saat ini sudah mulai terjadi pergeseran pasar dari tingkat intelektual / rasional, menuju ke emosional, dan akhirnya bertransformasi ke spiritual. Pasar spiritual ini akan mempertimbangkan kesesuaian produk, keuntungan finansial, dan nilai – nilai spiritual yang diyakininya. Namun, tidak secara keseluruhan pasar rasional akan berpindah ke spiritual. Disinilah tantangan terbesar sistem syariah dalam membidik pasar rasional karena pasar rasional nerupakan pasar terbesar. Oleh karena itu, muncullah sebuah konsep solusi untuk mambawa pasar rasional ini ke wilayah pasar spiritual yaitu konsep yang biasa disebut syariah marketing.
Pemasaran sendiri adalah bentuk muamalah yang dibenarkan dalam Islam, sepanjang dalam segala proses transaksinya terpelihara dari hal-hal terlarang oleh ketentuan syariah dengan demikian secara sederhana, Marketing syariah merupakan  penerapan suatu disiplin bisnis strategis yang sesuai dengan nilai dan prinsip syariah. Jadi marketing syariah dijalankan berdasarkan konsep keislaman yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW. Ini artinya bahwa dalam syariah marketing, seluruh proses, baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai (value), tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah yang Islami. Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan penyimoangan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu transaksi apapun dalam pemasaran dapat dibolehkan. Menurut Hermawan Kartajaya, nilai inti dari marketing syariah adalah Integritas dan transparansi, sehingga marketer tidak boleh bohong dan orang membeli karena butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya. Marketing syariah bukan hanya sebuah marketing yang ditambahkan syariah karena ada nilai-nilai lebih pada marketing syariah saja, tetapi lebih jauhnya marketing berperan dalam syariah dan syariah berperan dalam marketing. Marketing berperan dalam syariah diartikan perusahaan yang berbasis syariah diharapkan dapat bekerja dan bersikap profesional dalam dunia bisnis, karena dengan profesionalitas dapat menumbuhkan kepercayaan kosumen. Syariah berperan dalam marketing bermakna suatu pemahaman akan peuntuk menciptakan dan menawarkan bahkan dapat merubah suatu values kepada para stakeholders sehingga perusahaan tersebut dapat menjaga keseimbangan laju bisnisnya sehingga menjadi bisnis yang sustainable. Dalam hal teknis marketing syariah, salah satunya terdapat syariah marketing strategy untuk memenangkan mind-share dan syariah marketing value untuk memenangkan heart-share. Syariah marketing strategy melakukan segmenting, targeting dan positioning market dengan melihat pertumbuhan pasar, keunggulan kompetitif, dan situasi persaingan sehingga dapat melihat potensi pasar yang baik agar dapat memenangkan mind-share. Selanjutnya syariah marketing value melihat brand sebagai nama baik yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan, sehingga contohnya perusahaan yang mendapatkan best customer service dalam bisnisnya sehingga mampu mendapatkan heart-share.
Sebagai sebuah solusi, marketing syariah diimplementasikan dengan berbisnis mengikuti cara Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad sebagi seorang pedagang memnberikan contoh yang baik dalam setiap transaksi bisnisnya. Beliau melakukan transaksi secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh, apalagi kecewa.Beliau selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar kualitas sesuai denganpermintaan pelanggan. Reputasinya sebagai pedagang yang benar dan jujur telah tertanam dengan baik sejak muda. Beliau selalu memperlihatkan rasa tanggung jawab terhadap setiap transaksi yang dilakukan. Beliau benar-benar mengikuti prinsip-prinsip perdagangan yang adil dalam transaksi-transaksinya. Oleh karena itu, dalam  transaksi bisnisnya sebagai pedagang professional tidak ada tawar menawar dan pertengkaran antara Muhammad dan para pelanggannya, sebagaimana sering disaksikan pada waktu itudi pasar-pasar sepanjang jazirah Arab. Segala permasalahan antara Muhammad dengan pelanggannya selalu diselesaikan dengan adil dan jujur, tetapi bahkan tetap meletakkan prinsip-prinsip dasar untuk hubungan dagang yang adil dan jujur tersebut. Disini terlihat bahwa beliau tidak hanya bekerja secara professional, tetapi sikap profesionalisme beliau praktikkan pula ketika telah dilantik menjadi Nabi.Beliau memimpin sahabat-sahabatnya dengan prinsip-prinsip profesionalisme; memberinya tugas sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. Tidak bersifat KKN, semuanya berjalan dengan professional dan tentunya dengan tuntunan Allah. Selain itu, Beliau  telah mengikis habis transaksi-transaksi dagang dari segala macam praktik yang mengandung unsur penipuan, riba, judi, gharar, keraguan, eksploitasi, pengambilan untung yang berlebihan dan pasar gelap. Beliau juga melakukan standardisasi timbangan dan ukuran, serta melarang orang-orang menggunakan timbangan dan ukuran lain yang tidak dapat dijadikan pegangan standar. Nabi Muhammad  juga melarang beberapa jenis perdagangan, baik karena sitemnya maupun karena ada unsur-unsur yang diharamkan didalamnya. Memperjualbelikan benda-benda yang dilarang di dalam Al-Quran adalah haram. Selanjutnya, Nabi Muhammad melarang harga yang dibayarkan untuk darah, dan mengutuk orang yang menerima dan membayar riba (bunga), orang yang merajah tato di kulit, orang yang menato dirinya, dan pematung (HR Al-Bukhari), karena barang yang bersih” berarti sehat dan diperoleh dengan cara yang halal. Karena itu apa yang dihasilkannya pun menjadi halal.  Kita dapat melihat dalam kehidupan berbisnis sehari-hari, betapa kebiaaan bersumpah palsu dalam meyakinkan pembeli menjadi pemandangan sehari-hari. Sumpah palsu sering dijadikan “senjata” dalam meyakinkan pembeli. Karena kita tidak yakin akan keunggulan dari barang dagangan kita, tidak dapat memberikan pelayanan yang baik, kita bersumpah untuk meyakinkan pembeli. Kebiasaan ini selain memperlihatkan rendahnya profesionalisme, juga terlarang dalam bisnis syariah. Selain itu, kita juga hendaknya memperdulikan sumber penghasilan kita, karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap darah dan daging yang dibesarkan dari sumber yang tidak halal. Jika segumpal darah atau kalbu dari anak dan istri kita terbentuk dari sumber yang tidak halal, maka kelak akan menghasilkan pula generasi-generasi yang moralnya rusak, akhlaknya menyimpang dan tingkah lakunya tidak terpuji.
Dalam marketing syariah dikenalkan juga bagaimana berbisnis dengan kalbu (hati). Karena hati merupakan sumber pokok bagi segala kebaikan dan kebahagiaan seseorang. Sesungguhnya yang terpenting dari kehidupan kita ini adalah terpilihnya pribadi kita, dan inti dari pribadi kita, dan inti dari pribadi kita itu adalah keadaan hati atau kalbu kita. Secerdas apa pun akal pikiran, jika hatinya busuk dan jahat, maka kecerdasan tersebut malah akan menimbulkan malapetaka. Begitu pula kekuatan dan keindahaan tubuh akan membawa mudarat manakala tidak disertai dengan terpeliharanya kebeningan hati. Kalau hati kita bersih dan sehat, pikiran pun bisa jernih dan sehat seta bisa menjadi cerdas dan produktif, karena tidak ada waktu untuk berpikir licik, dengki, atau keinginan untuk menjatuhkan orang lain. Kalau tidak hati-hati benar, hidup ini sangat melelahkan. Sekali saja kita tidak suka pada seseorang, lambat laun kebencian itu akan memakan waktu, produktivitas dan memakan kebahagiaan kita. Kita akan lelah memikirkan orang yang kita benci. Jika hati ini bersih, pikiran bisa menjadi jernih. Ketika tidak ada waktu untuk iri, semua hal akan masuk dengan mudah, karena tidak akan ada ruang untuk meremehkan siapapun. Akibatnya, kita akan memiliki akses data yang sangat tinggi, akses informasi yang benar-benar melimpah, akses ilmu yang benar-benar luas. Ujung-ujungnya, kita akan mampu menghasilkan ide-ide cemerlang, kreatif dan inovatif dalam membangun gagasan-gagasan baru dalam suatu perusahaan. Kita dengan mudah membawa perusahaan kita menghadapi situasi persaingan yang demikian ketat. Keterkaitan antara bisnis dan qalbun salim (hati yang selamat; selamat dari segala kebusukan) tentu sangatlah erat. Kita harus menyadari bahwa persoalan terbesar yang dihadapi dalam aktivitas binis adalah masalah manusianya. Sedangkan manusia itu sendiri bergantung pada suasana hatinya. Di sinilah perlu pengetahuan baru dalam mengelola bisnis, yaitu bagaimana mengelol bisnis dengan hati. Pada akhirnya kita dapat mengatakan bahwa kalau seorang pebisnis sudah menjalankan bisnisnya dengan jujur, dengan hati yang bening, maka bisnis yang dijalankannya insya Allah akan bermutu tinggi, memiliki nilai pelayanan yang berkualitas, mampu membangun merek yang baik,  tercipta positioning yang bagus di benak pelanggannya, sehingga dia akan sangat dicintai oleh pelanggannya.
Salah satu hal yang menarik dalam marketing syariah adalah implementasi model marketing yang dikenal dengan nama Sustainable Marketing Enterprise (SME). Dalam model SME, konsep pemasaran disini tidaklah berarti pemasaran sebagi sebuah fungsi atau departemen dalam perusahaan, tetapi bagaimana kita bisa melihat pasar secara kreatif dan inovatif. Pemasaran bukanlah hanya seperti anggapan orang, yaitu study untuk menjual. Atau seperti yang dipahami beberapa kalangan hanyalah  marketing mix semata, yaitu pembuatan strategi untuk produk (product), harga (price), tempat (place) atau promosi (promotion). Namun pengertian terhadap pemasaran itui sendiri cakupannya lebih luas. Dalam syariah marketing strategy yang pertama harus dilakukan dalam mengeksplorasi pasar. Besarnya ukuran pasar (market size), pertumbuhan pasar (market growth),, keungguklan kompetitif (competitive advantages) dan situasi persaingan (competitive situation). Setelah menyusun strategi, kita harus menyusun taktik untuk memenangkan market-share yang disebut Syariah Marketing Tactic. Pertama-tama, setelah mempunyai positiong yang jelas di benak masyarakat, perusahaan harus membedakan diri dari perusahaan lain yang sejenis. Untuk itu diperlukan differensiasi sebagai core tactic dalam segi content (apa yang ditawarkan), context (bagaimana menawarkannya) dan infrastruktur (yang mencakup karyawan, faslitas dan teknologi). Kemudian menerapkan differensiasi secara kreatif pada marketing mix (product, price, place, promotion). Karena itu marketing-mix disebut sebagai creation tactic. Walaupun bergitu selling yang memegang peranan penting sebagai capture tactic juga harus diperhatikan karena merupakan elemen penting yang berhubungan dengan kegiatan transaksi dan langsung mampu menghasilkan pendapatan.
Dari penjelasan  tersebut  mengenai kajian tentang pemasaran syariah, dapat ditarik kesimpulan bahwa marketing syariah merupakan sebuah solusi dalam menghadapi praktik pemasaran konvensional yang  kurang menjunjung tinggi nilai – nilai moralitas serta hak dan  kewajiban pembeli kurang dihargai dalam transaksi jual beli, keadaan ini dirasa masyarakat sangat merugikan konsumen, sehingga terjadi perubahan persepsi masyarakat yang menginginkan  kondisi pasar yang jauh dari praktik kebohongan dan kecurangan yang sering dilakukan penjual atau pebisnis saat ini. Dalam marketing syariah, seluruh proses, baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai (value), tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah yang Islami. Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan penyimoangan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu transaksi apapun dalam pemasaran dapat dibolehkan. Rasulullah sendiri telah memberikan contoh kepada kita, tentang cara-cara berbisnis yang berpegang teguh pada kebenaran, kejujuran, sikap amanah serta tetap memperoleh keuntungan. Nilai-nilai inilah yang menjadi landasan atau hukum dalam melakukan suatu bisnis. Rasulullah adalah profile kesuksesan dalam melakukan spititualisasi pemasaran. Oleh karena itu, kita bisa mencontoh  sikap nabi dengan mengutamakan nilai-nilai spiritual (Islam). Dalam melakukan pemasaran dan bisnis hendaknya kita memenuhinya dengan nilai-nilai ibadah. Selain itu menjadikan Allah sebagai persinggahan terakhir dari spirit aktifitas ekonomi yang kita lakukan. Dalam Al-Quran (QS. Al-An’am (6):162) dinyatakan ”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan  matiku  hanyalah untuk Allah”. Praktik marketing syariah ini tidak hanya berlaku bagi kaum Muslim saja, melainkan kaum  non – Muslim pun dapat menjalankan praktik syariah  karena  Nabi Muhammad itu menyebarkan ajaran Islam pasti bukan hanya untuk umat Islam saja. Jadi tidak apa-apa jika nilai marketing syariah ini inisiatif orang Islam supaya bisa menginspirasikan orang lain. Makin banyak non-Muslim yang ikut menerapkan nilai ini, makin bagus agar tercipta kondisi pemasaran yang mensejahterakan penjual dan pembeli dengan menjauhi praktik – praktik yang bersifat penipuan atau kecurangan dalam pemasaran. Konsep marketing syariah ini sendiri saat ini baru berkembang seiring berkembangnya ekonomi syariah. Beberapa perusahaan dan bank  khususnya yang berbasis syariah telah  menerapkan konsep ini dan telah mendapatkan hasil yang positif. Kedepannya diprediksikan marketing syariah ini akan terus berkembang dan dipercaya masyarakat karena nilai-nilainya yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat yaitu kejujuran. Akhirnya, seorang pebisnis hendaknya menerapkan praktik pemasaran syariah ini sebagai bentuk ibadah kepada Allah sehingga usaha yang dijalankan akan mendapat ridho dan rahmat dari Allah dengan bentuk kesuksesan di dunia dan akherat kelak dan pemasaran spiritual ini jangan sampai menjadi tren saja, tapi terbentuk secara sistemik dalam aktivitas bisnis sehari-hari kita. Kejujuran adalah instrumen penting dalam  merengguh keunggulan bersaing.  Dengan demikian persaingan tak lagi dilumuri oleh kecurangan dan penindasan. Wa’Allahu alam bish shawab.



REFERENSI


·           Kertajaya, Hermawan dan Muhammad Syakir Sula, 2006, Syariah  Marketing, Mizan
·           Ganara, Thorik dan  Utus Hardjono Sudibyo, 2007, Marketing Muhammad, Bandung : Madani Prima
·           http://www.syakirsula.com/ ( 3 Mei 2010)
·           http://www.shariaheconomics.org/2009/marketing-syariah/ ( 3 Mei 2010)
·           http://www.hudzaifah.org/Article489.phtml ( 3 Mei 2010)

DISUSUN OLEH :
ASTI WULANDARI (08312228)
ADITYA PRATAMA P (08312233)
DWI ANI PRAMUDYASIWI (08312258)


1 komentar: