Senin, 26 September 2016

Accounting Theory and Accounting Research - CHAPTER 2

CHAPTER 2
Accounting Theory and Accounting Research
1.TEORI DAN PRAKTIK AKUNTANSI
            Pengertian akuntansi adalah “apa yang dilakukan oleh akuntan”. American Institute of Certified Publik Accountant (1953) menyebutkan bahwa akuntansi adalah :
“Seni (art) mencatat, mengklasifikasi dan meringkas transaksi atau peristiwa yang dilakukan sedemikian rupa dalam bentuk uan, atau paling tidak memiliki sifat keuangan dan menginterpretasikan hasilnya.”
            Teori memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.      Memiliki body of knowledge.
2.      Konsisten secara internal.
3.      Menjelaskan dan/atau memprediksi fenomena.
4.      Menyajikan hal – hal yang ideal.
5.      Referen yang ideal untuk mengarahkan praktik.
6.      Membahas masalah dan memberikan solusi.

2.KLASIFIKASI PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI
            A.Klasifikasi Teori Akuntansi Menurut Metode Penalaran
Atas dasar metode penalaran yang digunakan, teori akuntansi dapat dirumuskan dari berbagai pendekatan yang berbeda, yaitu :
a)      Deduktif.
b)      Induktif.
c)      Etikal.
d)     Sosiologi.
e)      Ekonomi.
f)       Eklektik.


1.      Pendekatan deduktif.
Perumusan teori akuntansi yang didasarkan pada pendekatan deduktif, dimulai dari proposisi akuntansi dasar sampai dihasilkan prinsip akuntansi yang rasional sebagai pedoman dan dasar untuk mengembangkan teknik – teknik akuntansi.
Secara umum, langkah yang digunakan dalam merumuskan teori akuntansi adalah sebagai berikut :
a)      Menentukan tujuan pelaporan keuangan.
b)      Memilih postulate akuntansi yang sesuai dengan kondisi ekonomi, politik dan sosiologi.
c)      Menentukan prinsip akuntansi.
d)     Mengembangkan teknik akuntansi.
Penentuan tujuan pelaporan keuangan merupakan hal yang paling penting karena tujuan yang berbeda mungkin memerlukan struktur yang berbeda dan akan menghasilkan prinsip yang berbeda pula. Kesalahan dalam menentukan tujuan dan kemampuan prosedur untuk mencapai tujuan tersebut, akan menghasilkan konklusi yang salah. Keuntungan pendekatan deduktif adalah kemampuan untuk merumuskan struktur teori yang konsisten, terkoordinasi, lengkap dan setiap tahapan berjalan secara logis. Sedangkan kelemahan pendekatan ini adalah didasarkan pada postulat dan tujuan tertentu yang kemungkinan salah. Apabila hal itu terjadi, otomatis prinsip yang dihasilkan juga salah. Di samping itu, pendakatan deduktif juga terbukti sering menghasilkan prinsip yang terlalu teoritis sehingga tidak dapat diterapkan dalam praktik.

2.      Pendekatan induktif.
Proses penalaran yang menggunakan pendekatan induktif didasarkan pada konklusi yang digeneralisasaikan berdasarkan hasil observasi dan pengukuran yang terinci. Proses induktif melibatkan kegiatan observasi mengenai data keuangan yang berkaitan dengan berbagai unit usaha. Dari hasil observasi tersebut, kemudian dilakukan generalisasi dan dirumuskan prinsip – prinsip akuntansi seusai hubungan yang ada. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a)      Mencatat semua observasi.
b)      Menganalisis dan mengklasifikasi hasil observasi, sehingga dapat dirumuskan berbagai kesamaan dan ketidaksamaan.
c)      Hasil observasi kemudian di generalisasi.
d)     Pengujian terhadap generalisasi.
Tujuan yang melandasi induksi adalah untuk merumuskan konklusi teoritis dan bersifat abstrak dari rasionalisasi praktik akuntansi. Keuntungan utama pedekatan induktif adalah bahwa pendekatan ini didasarkan pada kebebasan dimana perumusan teori akuntansi tidak dibatasi oleh struktur atau model yang telah diyakini/disipakan untuk mengamati variabel tertentu selama hal tersebut relevan dengan tujuan yang akan tercapai.
Namun, pendekatan ini juga memiliki kelemahan. Antara lain :
1.      Seringkali observer dipengaruhi ole hide – ide yang tidak didasari tentang jenis hubungan yang diamati dan jenis data yang diamati. Dengan kata lain, pengamat mungkin dipengaruhi unsur bias yang tidak disadiri.
2.      Data yang digunakan dalam observasi cenderung berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Data yang diobservasi seringkali jumlahnya terbatas. Data yang diobservasi jumlahnya terbatas. Konsekuensinya, kesimpulan yang dibuat dari hasil generalisasi kemungkinan besar salah hanya karena data yang penting justru tidak diobservasi. Masalah yang mungkin muncul adalah apakah kesimpulan yang dihasilkan dari data yang diperoleh dari suatu entitas dapat diterapkan pada entitas lain ? apabila kesimpulan tersebut melibatkan aspek pengukuran , keraguan juga dapat terjadi berkaitan dengan akurasi pengukuran yang digunakan.
Pendekatan deduktif dan induktif tidaklah bersifat mutually exclusive. Penalaran deduktif dan induktif bersifat saling melengkapi dan sering digunakan secara bersama – sama.

3.      Pendekatan etika.
Pendekatan etika didasarkan pada konsep kebenaran (truth), keadilan (justice) dan kewajaran/kejujuran (fairness). Scott (1943) mengatakan bahwa prinsip akuntansi adalah pernyataan umum yang menghubungkan aturan (pedoman) dan prosedur akuntansi dengan konsep sosial tersebut. Meskipun pendekatan etika memiliki manfaat, pendekatan tersebut tidak mampu menghasilkan standar yang dapat dijadikan pedoman dan diterapkan dalam praktik.

4.      Pendekatan sosiologi.
Pendekatan ini menekankan pada pengaruh sosial yang timbul dari teknik – teknik akuntansi terhadap kesejahteraan sosial di lingkungan tempat akuntansi akan dioperasikan. Oleh karena itu, nilai – nilai sosial dianggap sebagai kriteria utama dalam merumuskan akuntansi. Socio economic accounting bertujuan untuk mendorong perusahaan agar mempertanggungjawabkan kegiatan usahanya pada lingkungan sosial melalui pengukuran, internalisasi dan pengungkapan dampak sosial dari kegiatan perusahaan dalam laporan keuangan.

5.      Pendekatan ekonomi.
Pendekatan ekonomi memusatkan perhatiannya pada pengendalian terhadap perilaku indicator makro ekonomi sebagai akibat adopsi berbagai teknik akuntansi. Kriteria yang digunakan dalam pendekatan ini adalah :
a)      Kebijakan dan teknik akuntansi harus dapat merefleksikan realita akonomi.
b)      Pemilihan teknik akuntansi tergantung pada konsekuensi ekonomi yang timbul dari penerapan teknik tersebut.

6.      Pendekatan eklektik (eclectic)
Pendekatan eklektik bertujuan untuk mengembangkan akuntansi dengan cara menggabungkan berbagai pendekatan yang selama ini digunakan.
B. Klasifikasi Berdasarkan Sistem Bahasa.
1.      Teori sintaktik
            Teori sintaktik berusaha untuk menjelaskan praktik akuntansi dan memprediksi bagaimana akuntan akan bereaksi pada situasi atau bagaimana mereka melaporkan peristiwa tertentu. Input semantik adalah transaksi dan pertukaran yang dicatat dalam jurnal dan buku besar perusahaan. Transaksi tersebut kemudian dimanipulasi (dibagi dan dujumlah) atas dasar alas an dan asumsi – asumsi akuntansi cost historis.
2.      Teori semantic (interpretasi)
Teori semantik berkaitan dengan penjelasan mengenai fenomena (obyek atau peristiwa) dan istilah atau simbol yang mewakilinya. Jadi teori ini memeberikan penjelasan mengenai definisi operasional. Pengujian terhadap teori interpretasi dapat dilakukan melalui penelitian untuk menentukan apakah pemakai informasi akuntansi memahami arti (definisi) yang dibuat penyusun laporan keuangan, sehingga konsisten dengan teori tersebut. Peranan teori adalah mencari cara – cara yang dapat digunakan untuk memeprbaiki informasi akuntansi, agar dapat diinterpretasikan sesuai dengan observasi dan pengalaman manusia.
3.      Teori pragmatic (perilaku)
Teori ini berusaha menjelaskan pengaruh informasi akuntansi terhadap perilaku pengambil keputusan. Jadi, teori pragmatic dimaksudkan untuk mengukur dan mengevaluasi pengaruh ekonomi, psikologi dan sosiologi pemakai terhadap alternatif prosedur akuntansi dan media pelaporannya.
a.)    Pendekatan pragmatik – deskriptif
Metode perumusan teori akuntansi yang paling universal dan tua, kemungkinan adalah pamakaian pragmatik deskriptif.  Atas dasar metode ini, perilaku akuntansi diamatai terus – menerus dengan tujuan untuk meniru prosedur dan prinsip – prinsip akuntansi. Proses seperti ini merupakan pendekatan induktif yang digunakan untuk mengembangkan teori akuntansi. Ada beberapa kritik yang ditujukan pada pendekatan tersebut.
·         Tidak ada penilaian yang logis terhadap tindakan – tindakan yang dilakukan akuntan.
·         Metode tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan perubahan, karena pendekatannya tidka berujung pangkal.
·         Dengan memusatkan pada pragmatik, perhatian cenderung dipusatkan pada perilaku – perilaku akuntan , bukan pada pengukuran atribu – atribut perusahaan seperti aktiva, hutang, pendapatan dan lain – lain.

b.)    Pendekatan pragmatik – psikologis.
Pendekatan pregmatis yang kedua adalah dengan mengamati reaksi pemakai laporan keuangan. Akuntan memanipulasi transaksi akuntansi menurut aturan – aturan sintaktik yang berbeda dengan yang digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan. Kerangka teoritis yang diperlukan untuk mengembangkan prkatik akuntansi yang sehat harus mempertimbangan faktor berikut ini :
Ø  Pernyataan tentang sifat entitas akuntansi dan lingkungannya.
Ø  Pernyataan tentang tujuan dasar akuntansi keuangan.
Ø  Evaluasi terhadap kebutuhan pemakai dan batasan kemampuan pemakai dalam memahami, menginterpretasikan,dan menganalisis informasi yang disajikan.
Ø  Pemilihan tentang apa yang seharusnya disajikan.
Ø  Evaluasi terhadap proses pengukuran untuk mengkomunikasikan informasi.
Ø  Evaluasi terhadap batasan yang berkaitan dengan pengukuran dan gambaran perusahaan.
Ø  Pengembangan prinsip atau proporsi umum yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam merumuskan prosedur dan aturan.
Ø  Perumusan structur dan format pencarian dan pemrosesan data, peringkasan dan pelaporan informasi yang relevan.

C. Klasifikasi Berdasarkan Tujuan
            Atas dasar tujuannya, teori akuntansi dapat dibedakan menjadi dua jenis :
1)      Teori Normatif (Preskriptif)
Teori normative berusaha menjelaskan bagaimana seharusnya akuntansi dipraktekkan.  Teori normatif hanya menyebutkan hipotesis tentang bagaimana akuntansi seharusnya dipraktekan, tanpa menguji hipotesis tersebut. Teori normative pada periode 1950 – 1960 berkonsentrasi pada penciptaan laba (true income) selama satu periode akuntansi atau pada diskusi tentang tipe informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan (decision – usefulness)
      True Income
Teoritisi true income berkonsentrasi pada penciptaan pengukur tunggal yang unik dan benar untuk aktiva dan laba.
      Decision – Usefulness
Pendekatan decision usefulness menganggap bahwa tujuan dasar dari akuntansi adalah untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan cara menyediakan data akuntansi yang relevan atau bermanfaat. Pada kebanyakan kasus, teori ini didasarkan pada konsep ekonomi klasik tentang laba dan kemakmuran (wealth) atau konsep ekonomi pengambilan keputusan rasional. Teori ini bersifat normative, karena :
Ø  Akuntansi seharusnya merupakan sistem pengukuran.
Ø  Laba dan nilai dapat diukur secara tepat.
Ø  Akuntansi keuangan bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi.
Ø  Pasar tidak efisien (dalam pengertian ekonomi).
Ø  Ada pengukur laba yang unik.

2)      Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)

Aliran positif didasarkan pada anggapan bahwa kekuasaan dan politik merupakan sesuatu yang tetap dan sistem sosial dalam organisasi merupakan fenomena empiris konkrit dan bebas nilai atau tidak tergantung pada manajer dan karyawan yang bekerja dalam organisasi tersebut. Positive Accounting Theory (PAT) dimaksudkan untuk menjelaskan dan mem[prediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan pada proses kontrak atau hubungan keagenan antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola Pasar Modal, dan institusi pemerintah. PAT lebih bersifat deskriptif bukan preskriptif. Teori positif didasarkan pada premis bahwa individu selalu bertindak atas dasar motivasi pribadi dan berusaha memaksimumkan keuntungan pribadi. Kritik utama mereka terhadap teori normative adalah teori tersebut didasarkan pada pertimbangan nilai. Pendekatan positif atau empiric berkaitan dengan usaha untuk menguji atau menghubungkan kembali hipotesis atau teori dengan pengalaman atau fakta – fakta dunia nyata.


 Teori akuntansi positif berusaha menguji tiga hipotesis yaitu :
a.      Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan hypothesis)
Manajer perusahaan dengan rencana bonus tertentu cenderung lebih menyukai metode yang meninkatkan laba periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai sekarang dari bonus yang akan diterima seandainya komite kompensasi dari Dewan direktur tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih.
b.      Hipotesis Hutang/Ekuitas (Debt/Equity Hypothesis)
Makin tinggi rasio hutang/ekuitas perusahaan, makin besar kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba. Makin tinggi rasio hutang/ekuitas, makin dekat perusahaan dengan batas perjanjian/peraturan kredit. Makin tinggi batasan kredit, makin besar kemungkinan penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya. Manajer akan memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan mengurangi biaya kesalahan teknis.
c.       Hipotesis Cost Politik (Political Cost Hypothesis)
Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodik dibandingkan perusahaan kecil. Individu yang rasional cenderung memilih untuk tidak mengetahui informasi yang lengkap.

Tiga hipotesis di atas menunjukkan bahwa PAT mengakui adanya tiga hunbungan keagenan :
v  Antara manajemen dengan pemilik
v  Antara manajemen dengan kreditor
v  Antara manajemen dengan pemerintah


Teori akuntansi positif dikembangkan melalui penelitian yang dapat dikelompokkan menjadi dua tahap :
·         Penelitian akuntansi dan perilaku dalam pasar modal dalam tahap penelitian ini yang dijelaskan bukan praktek akuntansi yang berjalan, tetapi penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan hubungan antara pengumuman laba dengan reaksi harga saham.
·         Penelitian dalam tahap kedua dilakukan dengan maksud menjelaskan dan memprediksi praktek akuntansi antar perusahaan yang difokuskan pada dua alasan. Alasan pertama adalah alasan oportunistik (ex-post) yang digunakan perusahaan dalam memilih metode akuntansi tertentu. Alasan kedua adalah alasan efisiensi (ex-ante) berkaitan dengan metode akuntansi yang dipilih guna mengurangi biaya kontrak antara perusahaan dengan stakeholder-nya.

PAT telah memberikan kontribusi bagi pengembangan akuntansi, misalnya :
a.       Menghasilkan pola sistematik dalam pilihan akuntansi dan memberikan pejelasan spesifik terhadap pola tersebut.
b.      Memberikan kerangka yang jelas dalam memahami akuntansi.
c.       Menunjukkan perean utama contracting cost dalam teori akuntansi.
d.      Menjelaskan mengapa akuntansi digunakan dan memberikan kerangka dalam memprediksi pilihan – pilihan akuntansi.
e.       Mendorong riset yang relevan dengan akuntansi dengan menekankan pada penjelasan terhadap fenomena akuntansi.
Pada saat sekarang ini, teori positif menekankan pada penjelasan tentang alas an – alas an teradap praktek berjalan dan prediksi terhadap peranan akuntansi dan informasi terkait dalam keputusan – keputusan ekonomi individu, perusahaan, dan pihak lain yang berperan dalam kegiatan pasar modal dan ekonomi. Teori positif tidak bebas dari pertimbangan nilai atau implikasi preskriptif. Hal ini disebabkan pertimbangan nilai yang bersifat implicit sering kali melandasi atau memepngaruhi bentuk dan isi penelitian yang dilakukan.




CONTOH KASUS SUBSEQUENT EVENT 2

PR AUDITING
1.    20 Januari 2010. Seorang konsumen “T” dengan saldo piutang kepadanya sebesar Rp. 500.000.000, telah bangkrut karena adanya kesalahan manajemen. “T”adalah konsumen yang loyal dan transaksi terakhir terjadi bulan lalu senilai Rp. 200.000.000. Nilai cadangan kerugian piutang (CKP) di neraca yang dibuat atas dasar umur piutang adalah Rp. 450.000.000, dengan bagian untuk “T” senilai Rp. 50.000.000.

Jawab :

Peristiwa ini adalah subsequent event type one karena peristiwa terjadi sesudah tanggal neraca dan berdampak pada laporan keuangan yang bersifat materiil sehingga perlu penyesuaian.
Dalam kasus ini,ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Selain itu, ada beberapa keterangan yang bisa kita dapatkan. Yang pertama adalah keterangan bahwa konsumen “T” bangkrut karena kesalahan manajemen. Dari keterangan itu, kita dapat menyimpulkan bahwa ini adalah peristiwa tak terduga, sehingga ada kemungkinan kerugian yang tidak diperkirakan sebelumnya. Keterangan kedua yaitu adanya piutang sebesar Rp. 500.000.000. kemudian, keterangan lainnya adalah adanya cadangan kerugian piutang yang telah disiapkan perusahaan sebesar Rp. 450.000.000 dengan cadangan kerugian piutang untuk “T” sebesar Rp. 50.000.000.
Dari keterangan tersebut, dapat kita lihat bahwa perusahaan akan mengalami kerugian piutang sebesar Rp. 500.000.000. Namun karena perusahaan telah menganggarkan Rp. 50.000.000 sebagai cadangan kerugian piutang untuk “T”, maka kerugian sebesar Rp. 50.000.000 dari Rp. 500.000.000 bukan merupakan bagian dari subsequent event karena telah dipersiapkan sebelumnya.
Yang menjadi subsequent event dari kasus ini adalah sisa kerugian dari Rp. 500.000.000 yang belum diperkirakan sebelumnya (di luar Rp. 50.000.000). Hal ini disebut subsequent event karena cadangan kerugian piutang lebih kecil daripada piutang tak tertagih. Pada saat perusahaan memutuskan untuk melakukan penghapusan piutang, jumlah piutang berkurang, cadangan kerugian piutang berkurang, tapi masih ada sisa piutang yang tak tertagih. Sisa piutang tak tertagih tersebut yang disebut subsequent event karena menimbulkan salah saji material. Dalam kasus ini, cadangan kerugian piutang sebesar Rp. 450.000.000 yang telah disiapkan sebagai CKP untuk semua konsumen diasumsikan digunakan terlebih dahulu untuk menutup kerugian yang ditimbulkan oleh konsumen “T”. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Piutang tak tertagih                             Rp. 500.000.000
Cadangan kerugian piutang                Rp. 450.000.000
 


Kerugian piutang                                 Rp.  50.000.000


Dari perhitungan di atas, dapat kita lihat bahwa perusahaan mengalami kekurangan dana untuk menutup kerugian yang ditimbulkan oleh konsumen “T” saja. Padahal anggaran sebesar Rp. 450.000.000 yang disiapkan untuk cadangan kerugian piutang tersebut, sebenarnya adalah cadangan kerugian yang disiapkan untuk menutup semua piutang konsumen yang lain (jika konsumen – konsumen yang bersangkutan tidak bisa membayar utang kepada PT “E”).
Karena kasus tersebut termasuk dalam subsequent event type one, maka perlu adanya penyesuaian yang harus dilakukan oleh auditor. Jurnal penyesuaiannya adalah sebagai berikut :


Jurnal pada saat pembentukan

Kerugian piutang                                 Rp. 50.000.000
            Cadangan kerugian piutang                Rp. 50.000.000


Jurnal pada saat pengakuan
 


Piutang dagang                                   Rp. 500.000.000
            Cadangan kerugian piutang                Rp. 450.000.000

            Kerugian piutang                                 Rp.   50.000.000

CONTOH KASUS SUBSEQUENT EVENT

PR  AUDITING

  1. Saudara melakukan audit atas Laporan Keuangan PT PT “E” tertanggal 31 Desember 2009.  Laporan audit saudara tertanggal 26 Februari 2010 dan diserahkan kepada Klien pada 9 Maret 2010.  Hal-hal yang saudara temui pada hari-hari pemeriksaan maupun sesudahnya adalah di bawah ini.
Diminta:
Tindakan apakah yang akan saudara lakukan atas kejadian dibawah ini? Melakukan penyesuaian atau memberikan pengungkapan?  Bila melakukan penyesuaian, berikan ayat jurnal penyesuaiannya, dan bila memberikan pengungkapan, berikan kisi-kisi yang harus diungkapkan dan jelaskan tempat pengungkapannya.
a.    15 Jan 2010., Persediaan telah dijual dengan harga di bawah net realizable value (nilai netto yang dapat direalisir) per 31 Desember 2009. Nilai netto yang dapat direalisir pada tanggal 31 Desember 2009 adalah Rp. 115.000.000,- tetapi barang tersebut ternyata hanya laku Rp. 105.000.000 saja. Harga perolehan barang dagangan tersebut adalah Rp. 125.000.000,- (lower of cost or market)

Jawaban :

Peristiwa ini adalah subsequent event type one karena peristiwa terjadi sesudah tanggal neraca dan berdampak pada laporan keuangan yang bersifat materiil sehingga perlu penyesuaian. Jurnal penyesuaiannya adalag sebagai berikut :






Dalam peristiwa ini terjadi pemakaian metode lower of cost or market dalam menghitung harga pokok persediaan. Metode ini membandingkan antara harga pokok dan harga pasar untuk kemudian dipilih yang terendah di antara keduanya.

Hal ini akan mempengaruhi harga jual serta mengurangi laba kotor dan laba bersih untuk periode dimana harga turun. Pada periode tersebut dijual dengan harga yang lebih rendah akan menghasilkan laba kotor yang lebih besar dari harga normal.

Dalam keadaan normal persediaan harus dinilai berdasarkan harga pokok (cost). Akan tetapi,kadang – kadang harga pokok bukan merupakan ukuran yang wajar untuk pembebanan terhadap laba di masa mendatang. Dalam keadaan seperti ini perlu dilakukan penyimpangan dari basis harga pokoknya. Kerugian harus diakui sebagai suatu beban terhadap periode dimana kerugian tersebut timbul. Dalam keadaan seperti itu, persediaan harus dinilai berdasarkan “harga pasar”yang lebih rendah daripada harga pokok (cost).

Lalu timbul pertanyaan mengenai pengertian harga pasar. Sebagaimana digunakan dalam basis “the lower of cost or market” menunjukkan harga pengganti pada saat sekarang, apakah dengan cara membeli atau memproduksi, tergantung dari keadaan. Namun ada batas dalam mengaplikasikan aturan ini, yaitu:
1.    Harga pasar tidak boleh melebihiharga jual yang ditaksir, dikurangi dengan biaya untuk menyempurnakan dan menjual produk.
2.    Harga pasar tidak boleh lebih rendah daripada harga jual yang ditaksir, dikurangi dengan biaya penyempurnaan/penyelesaian dan menjual produk, serta dikurangi lagi dengan margin laba normal.

b.    20 Jan 2010., Seorang konsumen “T” dengan saldo piutang kepadanya sebesar Rp. 500.000.000,- telah bankrut karena kerugian yang menumpuk. Manajemen PT “E” sudah memprakirakan ini akan terjadi, oleh karena itu kepada “T” sudah tidak dikirim barang selama 2 (dua) tahun terakhir ini. Nilai CKP di Neraca adalah Rp 750.000.000,-

Jawaban :

Peristiwa ini adalah subsequent event type one karena peristiwa terjadi sesudah tanggal neraca dan berdampak pada laporan keuangan yang bersifat materiil sehingga perlu penyesuaian. Jurnal penyesuaiannya adalah sebagai berikut :

Kerugian Piutang               500.000.000
            CKP                                       500.000.000

Piutang adalah tuntutan kepada pihak lain untuk memperoleh uang, barang atau jasa tertentu (aktiva) pada masa yang akan datang, sebagai akibat penyerahan barang atau jasa yang dilakukan saat ini.

Jumlah piutang yang disajikan dalam neraca hendaknya menunjukkan jumlah bersih yang diperkirakan dapat direalisir (Net realizable value). Untuk itu harus dilakukan prediksi terhadap jumlah piutang yang mungkin tidak akan tertagih. Piutang yang tidak tertagih diakui sebagai kerugian piutang. Untuk menentukan besarnya piutang yang wajar perlu dibentuk cadangan penghapusan piutang (Allowance for Bad Debt).

Dalam peristiwa ini, perusahaan telah memperkirakan bahwa konsumen “T” tidak akan mampu melunasi hutang karena adanya kerugian yang menumpuk. Sehingga mereka telah menganggarkan cadangan kerugian piutang sebesar Rp. 750.000.000. Oleh karena itu, mereka telah berhenti mengirim barang sejak dua tahun yang lalu.

c.    31 Jan 2010., Dewan Direksi menyetujui untuk membeli perusahaan “B” sebagai anak perusahaan. Realisasi direncanakan pada bulan Agustus 2010; oleh karena itu manajemen harus menyiapkan dana sebesar Rp. 23.500.000.000,- untuk pembayarannya.

Jawaban :

Peristiwa ini adalah subsequent event type two karena peristiwa terjadi sesudah tanggal neraca, dimana peristiwa tersebut tidak berhubungan dengan laporan keuangan tapi berhubungan dengan kondisi perusahaan di masa yang akan datang.

PT E telah memutuskan untuk membeli perusahaan “B” untuk dijadikan anak perusahaan.  Maka hal yang harus dilakukan adalah membuat pengungkapan. Realisasinya akan dilakukan pada Agustus 2010, sehingga manajemen harus menyiapkan dana sebesar Rp.23.500.000 untuk membeli perusahaan yang bersangkutan.

Hal yang di ungkapkan adalah “bahwa pada tanggal 31 Januari 2010 perusahaan “E” telah mengakuisisi perusahaan “B”. Metode yang digunakan untuk pencatatan akuntansi terhadap investasi bergantung pada tingkat kepemilikan investasi. Apabila perusahaan “E” tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perusahaan “B” akan dicatat dengan metode cost. Jika ada tambahan akuisisi hingga memperoleh pengaruh signifikan namun kepemilikannya kurang dari 50% maka perusahaan “E” harus mengganti metoda pencatatannya menjadi metoda Ekuitas. Bila perusahaan “E” kepemilikan investasinya lebih dari 50% berarti harus menyusun laporan konsolidasian.  Sementara itu investasi sahamnya dapat dicatat menggunakan metoda Cost atau Ekuitas.  Bila pencatatan individual tersebut menggunakan metoda Ekuitas, maka penyesuaian retroaktif tidak perlu dilakukan karena sebelumnya sudah menggunakan metoda tersebut.  Namun bila perusahaan “E” memutuskan untuk menggunakan metoda Cost, maka penyesuaian retroaktif harus dilakukan lagi, seolah-olah metoda Cost selalu dilakukan sejak akuisisi pertama kali. Apabila terjadi perubahan metode akan dicatat di pendapat auditor tanpa pengecualian.

d.    10 Feb 2010., Kebakaran telah menghanguskan sebagaian bangunan perusahaan. Bangunan tersebut bernilai buku pada tanggal neraca sebesar Rp. 2.500.000.000,- dengan saldo akun Akumulasi Depresiasi per 31 Desember 2009 sebesar Rp. 2.500.000.000,-

Jawaban :

Peristiwa ini adalah subsequent event type two karena peristiwa terjadi sesudah tanggal neraca, dimana peristiwa tersebut tidak berhubungan dengan laporan keuangan tapi berhubungan dengan kondisi perusahaan di masa yang akan datang.

Kebakaran tersebut merupakan kejadian yang tidak terduga. Sehingga perusahaan tidak menyiapkan dana untuk menutup kerugian tersebut. dalam neraca, sebenarnya nilai bangunan tersebut telah habis karena telah terdepresiasi sepenuhnya. Tapi bangunan tersebut masih dapat digunakan kendati masa ekonomisnya telah habis. Jadi nilai bangunan tersebut tidak akan mempengaruhi laporan keuangan karena telah habis nilai ekonomisnya.

e.    25 Feb 2010 ., Sebuah penuntutan hukum telah dilakukan kepada perusahaan atas kecelakaan yang terjadi pada tanggal 10 Oktober lalu.  Perusahaan telah memprakirakan kewajiban yang harus dibayar karena kejadian ini sebesar Rp. 10.000.000,-. Vonis pengadilan pada hari ini telah memutuskan bahwa perusahaan harus memberi ganti rugi sedesar Rp. 30.000.000,-

Jawaban :

Peristiwa ini adalah subsequent event type one karena peristiwa terjadi sesudah tanggal neraca dan berdampak pada laporan keuangan yang bersifat materiil sehingga perlu penyesuaian. Jurnal penyesuaiannya adalag sebagai berikut :


Denda pengadilan             20.000.000
            Kas                                         20.000.000

Dalam peristiwa ini, nominal uang sejumlah Rp. 10.000.000 bukan merupakan subsequent event karena telah diperkirakan jumlahnya. Tapi denda sejumlah Rp. 20.000.000 sisanya adalah subsequent event karena tidak diperkirakan.

f.     28 Feb 2010., Dewan Direksi telah menyetujui pemecahan saham 1 : 2.

Jawaban :

Peristiwa ini adalah subsequent event type two karena peristiwa terjadi sesudah tanggal neraca, dimana peristiwa tersebut tidak berhubungan dengan laporan keuangan tapi berhubungan dengan kondisi perusahaan di masa yang akan datang.

Dengan adanya penerbitan saham baru, maka nilai yang dimiliki oleh masing – masing pemegang saham akan berubah. Ketika PT E memutuskan untuk memecah saham menjadi dua, maka nilai satu lembar saham akan berkurang atau akan menjadi lebih kecil.


Hal yang harus diungkapkan adalah tentang stock split, bahwa stock split mengurangi nilai pasar saham yang terlalu tinggi. Dalam stock split tidak ada jurnal hanya ada memo untuk menunjukkan bahwa nilai nominal telah berubah, jumlah saham telah bertambah dan terjadi penurunan nilai nominal per saham.