BAB I
PENDAHULUAN
Kita
semua tentu telah mengetahui bahwa era sekarang ini adalah era globalisasi. Globasasi
merupakan suatu keadaan dimana terwujud universalitas dalam negara – negara
yang berbeda, sehingga hidup bagaikan borderless,
tanpa batas. Tidak lagi ada pembatasan hubungan dengan negara lain. Dengan adanya
globalisasi, mau tidak mau kita dituntut untuk bersaing, tidak hanya dengan
masyarakat dalam negara, namun juga dengan masyarakat internasional. Tingginya
persaingan internasional tersebut tentu saja salah satu hal yang menjadi momok
bagi siapapun yang belum memiliki kemampuan cukup kemampuan bersaing di kancah
internasional. Namun hendaknya globalisasi itu sendiri disikapi dengan bijak
dan penuh percaya diri, sehingga kita akan mengembangkan kemampuan untuk dapat survive dalam persaingan internasional.
Globalisasi tidak hanya memunculkan pengaruh yang signifikan dari segi
persaingan perdagangan dan tenaga kerja, namun bisa juga berpengaruh pada cara
hidup masyarakat di suatu negara. Dintaranya, globasliasi akan berpengaruh pula
pada gaya hidup, pemikiran atau budaya. Era modern dengan berbagai media
informasi yang membuat kita dapat dengan mudah “menjangkau” negara – negara
lain, membuat perubahan pula dalam budaya dan pola pikir kita. Dengan adanya
globalisasi, negara satu dengan yang lainnya dapat lebih mudah dalam menjalin
hubungan. Dari internet seperti sekarang, kita dapat berkenalan atau melihat
gaya hidup orang lain yang bahkan mungkin berbeda negara dengan kita. Perubahan
gaya hidup, pola pikir dan budaya adalah salah satu efek dari globalisasi. Dari
segi gaya hidup, trend dan pola pikir, terlihat bahwa masyarakat Indonesia
mulai berkiblat pada dunia barat. Tidak berarti hal tesebut buruk, namun ada
beberapa dampak negatif dengan pergeseran tersebut. Kendati ada pula dampak
positif dari globalisasi, namun dari segi gaya hidup dan pola pikir, masyarakat
Indonesia mengalami kemunduran. Budaya barat yang cenderung bebas dan penuh
dengan hura – hura akhirnya mempengaruhi masyarakat kita. Indonesia saat ini
mulai meniru gaya hidup barat yang mewah dan glamor. Namun ketika tidak dapat
menjangkau pola atau gaya hidup yang kita inginkan karena keterbatasan materi,
maka akan dilakukan cara apapun untuk mengikuti gaya hidup yang ada. Salah
satunya adalah dengan korupsi. Ya, korupsi. Korupsi bukan hal baru lagi di
Indonesia, karena sangat banyak kejahatan terkait korupsi dimana akhirnya malah
merugikan masyarakat dan pemerintah. Dalam esai ini, penulis akan mencoba
memaparkan sebab dan cara – cara yang mungkin dapat digunakan dalam menghadapi
korupsi itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum penulis memaparkan lebih
jauh tentang korupsi, ada baiknya jika kita pahami dahulu sedikit mengenai
pengertian korupsi itu sendiri. Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata
kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka (Korupsi, 2011). Menurut
UU RI no. 28 thn 1999 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme, korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi. Korupsi dapat terjadi di mana saja, dengan tingkat penggelapan yang
berbeda – beda. “Prestasi” Indonesia dalam hal korupsi telah terkenal di dunia.
Berikut ini adalah daftar 16 Negara Terkorup di Asia Pasifik oleh PERC
(Political & Economic Risk Consultancy) yang berbasis di Hong Kong pada
tahun 2010 (Memalukan… Indonesia Negara Terkorup Asia
Pasifik, 2010) :
|
7.
China
|
13.
Amerika Serikat (bersih)
|
|
8.
Taiwan
|
14.
Hong Kong (bersih)
|
|
9.
Korea
|
15.
Australia (bersih)
|
|
10.
Macau
|
16.
Singapura (terbersih)
|
|
11.
Malaysia
|
|
|
12.
Jepang
|
|
Pengamat
sosial politik dari IAIN Sumut, Drs Ansari Yamamah, MA.Perilaku materialistik
dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih "mendewakan"
materi telah "memaksa" terjadinya permainan uang dan korupsi (BEBERAPA PENYEBAB KORUPSI DI INDONESIA MENURUT
BEBERAPA PAKAR, 2010).
Adapun hal yang perlu diperhatikan terkait korupsi adalah
sebab atau faktor pencetus korupsi itu sendiri. Korupsi adalah salah satu jenis
fraud atau kecurangan. Oleh karena itu, memahami korupsi bisa menggunakan
segitiga fraud untuk mengetahui bagaimana dari sisi mana korupsi terjadi.
Berikut adalah segitiga fraud yang menggambarkan sisi pencetus terjadinya
fraud, diantaranya adalah korupsi
(Tuanakotta, 2007) :
PERCEIVED OPPORTUNITY
PRESSURE RATIONALIZATION
Dalam
segitiga ini ada tiga sisi yang harus kita perhatikan. Antara
lain :
- Sisi
pressure (tekanan), adalah sisi
dimana seseorang mengalami tekanan dari lingkungan atau dirinya sendiri,
dimana masalah terkait tekanan tersebut tidak dapat ia ceritakan pada
orang lain. Misalnya seorang pegawai perusahaan yang terlibat hutang,
membutuhkan uang untuk membeli narkoba, membutuhkan uang untuk gaya hidup
mewah sedangkan gajinya tidak mencukupi, dsb.
- Sisi
opportunity (kesempatan), adalah
sisi dimana seseorang memiliki kesempatan untuk melakukan tindak fraud.
Kesempatan ini bisa berupa jabatan yang dipercaya, regulasi yang rendah,
dsb.
- Sisi
rasionalization (rasionalisasi),
adalah sisi dimana seseorang memberikan pembenaran atas tindakan fraud
yang ia lakukan. Misalnya ia tahu bahwa teman – teman kantornya melakukan
korupsi, maka ia menganggap korupsi adalah hal yang tidak apa – apa untuk
dilakukan.
Tiga
sisi ini akan selalu berhubungan satu sama lain. Karena adanya satu sisi, maka
akan mempengaruhi sisi lainnya.
Adapun
maraknya kasus korupsi di Indonesia saat ini adalah hal yang memalukan. Kendati
telah ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang telah dibentuk pemerintah,
namun korupsi di Indonesia belum dapat ditumpas habis. Rantai korupsi di
Indonesia sangat sulit untuk diputus karena korupsi sudah sangat mengakar dalam
masyarakat Indonesia. Korupsi yang marak ini akhirnya menjadi salah satu faktor
penghambat jalannya pemerintahan dan pembangunan. Hal – hal yang menjadi
penyebab korupsi di Indonesia menurut Erry R. Hardjapamekas (2007) adalah :
1)
Kurang
keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa
Dalam
hal ini, para pejabat dan petinggi negara tidak memberikan contoh yang baik
terkait kejujuran dan penolakan terhadap korupsi. Yang terjadi malah
sebaliknya, para petinggi dan pejabat negara seolah berlomba dalam memperkaya
diri sendiri.
2)
Rendahnya
gaji Pegawai Negeri Sipil
Gaji
yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil yang rendah, juga menjadi salah satu
penyebab korupsi. PNS yang tugasnya adalah melayani masyarakat dengan banyak
pekerjaan dan tanggung jawab, kadang digaji dengan tidak sesuai. Oleh
karenanya, gaji yang rendah tersebut akan mendorong merek untuk melakukan
korupsi.
3)
Lemahnya
komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan
Siapa
yang tidak tahu bahwa hukum di negara ini bisa dibeli. Asal punya uang, hukum
bisa dibelokkan sehingga yang bersalah menjadi tidak bersalah dan sebaliknya.
Aparatur hukum bisa disuap sehingga meringankan, bahkan membebaskan para pelaku
korupsi yang telah merugikan negara dan masyarakat.
4)
Rendahnya
integritas dan profesionalisme
Masyarakat
yang telah terhanyut dengan arus globalisasi dan pola pikir baru, membuat
mereka kehilangan integritas dan profesionalisme. Pekerjaan yang harusnya
dilakukan hanya dilakukan sekedarnya saja, yang penting tetap dapat gaji.
Sumpah jabatan tidak lagi menjadi tanggungan yang mereka emban dengan sepenuh
hati, dan karena sumpah jabatan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang
mengikat, maka dengan ringan sumpah jabatan tersebut dilanggar.
5)
Mekanisme
pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan
birokrasi belum mapan
Kurangnya
pengawasan dalam lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi yang lemah dan
tidak teregulasi dengan baik menimbulkan terbukanya kesempatan bagi seseorang
untuk melakukan tindak korupsi.
6)
Kondisi
lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat
Saat
suatu lingkungan dapat dikatakan sebagai lingkungan yang korup, maka orang yang
ada di lingkungan tersebut akan melakukan rasionalisasi bahwa tindakan korupsi
atau kecurangan yang dilakukannya adalah hal yang wajar dan tidak apa – apa
untuk dilakukan.
7)
Lemahnya
keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika
Pergeseran
pola pikir yang hedonis dan mengesampingkan segi spiritual akan memperkuat
dorongan untuk melakukan korupsi. Saat seseorang tidak lagi berpegang pada ajaran
tentang kejujuran (yang penulis yakini diajarkan dalam semua agama), maka ia
tidak akan banyak merisaukan tindakan korupsi yang dilakukannya. Bahkan orang
yang korupsi tidak perlu lagi merasa takut akan dikucilkan, karena masyarakat
sekarang ini toh bersikap biasa saja pada pelaku korupsi.
Berbagai
penyebab di atas menjadi masalah – masalah yang sulit diatasi. Pada masa
sekarang ini, orang yang pandai belum tentu memiliki cara berpikir yang lurus.
Orang yang pandaai bahkan sering menjadi pelaku kejahatan korupsi semacam ini,
karena mereka merasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri, mangkir atau
menyembunyikan tindak kejahatannya sehingga tidak akan ditindak. Penanganan
korupsi di Indonesia saat ini lebih sering berakhir di pembaringan rumah sakit atau
pemberian SP3, dan kalaupun dihukum, hukumannya sangat tidak adil bagi rakyat
kecil.
Adapun
korupsi sudah berakar di Indonesia, tidak lantas kita membiarkan saja korupsi
terjadi. Meski tidak hari ini juga korupsi bisa diberantas, namun pemberantasan
korupsi adalah sesuatu yang tidak hanya menjadi keniscayaan jika kita semua mau
bekerjasama dan menolak dengan keras adanya korupsi. Upaya penanggulangan
korupsi sendiri dapat dilakukan sebagai berikut :
1.
Preventif. Strategi preventif diarahkan untuk
mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan
faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif
dapat dilakukan dengan:
1)
Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat ;
2)
Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya ;
3)
Membangun kode etik di sektor publik ;
4)
Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis.
5)
Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
6) Penyempurnaan manajemen sumber
daya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri ;
7) Pengharusan pembuatan
perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi
pemerintah;
8)
Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
9)
Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN) ;
10)
Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ;
11)
Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;
2.
Detektif. Strategi detektif diarahkan untuk
mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat
dilakukan dengan :
1)
Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat ;
2)
Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu ;
3)
Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;
4) Partisipasi Indonesia pada
gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional ;
5)
Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ;
6)
Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.
3.
Represif. Strategi represif diarahkan untuk
menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :
1)
Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi ;
2) Penyidikan, penuntutan,
peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big fishes);
3) Penentuan jenis-jenis atau
kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas ;
4)
Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ;
5) Meneliti dan mengevaluasi proses
penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus ;
6) Pemberlakuan sistem pemantauan
proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu ;
7)
Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya ;
8) Pengaturan kembali hubungan dan
standar kerja antara tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum,
PPNS dan penuntut umum.
Dalam penanggulangan korupsi
tersebut, diperlukan kerjasama yang solid dari semua elemen masyarakat dan
penyelenggara pemerintahan. Dukungan pihak penguasa akan lebih meningkatkan
upaya dalam memberantas korupsi itu sendiri.
BAB
III
PENUTUP
Secara
harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka (Korupsi,
2011).
Menurut UU RI no. 28 thn 1999
tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme, korupsi adalah tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
tindak pidana korupsi.
Tiga sisi fraud
triangle yang menjadi pencetus terjadinya fraud
:
- Sisi
pressure (tekanan), adalah sisi
dimana seseorang mengalami tekanan dari lingkungan atau dirinya sendiri,
dimana masalah terkait tekanan tersebut tidak dapat ia ceritakan pada
orang lain.
- Sisi
opportunity (kesempatan), adalah
sisi dimana seseorang memiliki kesempatan untuk melakukan tindak fraud.
- Sisi
rasionalization (rasionalisasi),
adalah sisi dimana seseorang memberikan pembenaran atas tindakan fraud
yang ia lakukan.
Dari
uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa korupsi adalah sebuah rantai yang
akan terus memanjang jika tidak dihadapi dengan serius. Penyebab korupsi
diantaranya adalah :
1) Kurang
keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa
2) Rendahnya
gaji Pegawai Negeri Sipil
3) Lemahnya
komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan
4) Rendahnya
integritas dan profesionalisme
5)
Mekanisme pengawasan
internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan
6) Kondisi
lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat
7) Lemahnya
keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika
Sedangkan
sebagai penanggulangan, yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut :
- Preventif.
Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara
menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang
terjadinya korupsi.
- Detektif.
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan
korupsi.
- Represif.
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan
korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Memang
ada banyak hal yang menyebabkan korupsi, namun bukan berarti korupsi tidak dapat
dikalahkan. Untuk pemberantasan korupsi secara menyeluruh, tentus aja
membutuhkan bantuan dan dukungan dari semua lapisan masyarakat. Tidak hanya
rakyat, namun para petinggi negara juga harus memiliki dedikasi dan keseriusan
dalam memberantas korupsi. Indonesia bukanlah negara miskin, karena Indonesia
memiliki berbagai sumber daya yang kaya dan akan memajukan negara jika
difungsikan serta dimanfaatkan secara tepat. Memberantas korupsi tidak harus
dengan harapan yang muluk – muluk, namun mulailah masing – masing untuk
bersikap jujur dan profesional atas profesi dan Tuhan. Dengan integritas dalam
diri masing – masing, niscaya kebebasan dari korupsi tidak hanya menjadi sebuah
mimpi besar, namun sebuah kenyataan dengan bantuan dan dukungan dari semua
pihak dalam negara.
Bibliography
BEBERAPA PENYEBAB KORUPSI DI INDONESIA MENURUT BEBERAPA PAKAR. (2010, 12 14). Retrieved 5
20, 2011, from blogspot.com:
http://hasdiantoanto.blogspot.com/2010/12/beberapa-penyebab-korupsi-di-indonesia.html
Korupsi.
(2011, 4 12). Retrieved 5 20, 2011, from http://id.wikipedia.org:
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi#cite_note-0
Memalukan… Indonesia Negara Terkorup Asia Pasifik. (2010, 3 9). Retrieved 5 20,
2011, from wordpress.com: http://nusantaranews.wordpress.com/2010/03/09/prestasi-terus-naik-indonesia-negara-terkorup-asia-2010/
Tuanakotta, T. M. (2007). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif.
Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Wanaradja, S. G. (2007, 12). Penyebab Korupsi di Indonesia. Penyebab
Korupsi di Indonesia . MODUS ACEH MINGGU V.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar