Rabu, 03 April 2013

ACFTA dan Pemberlakuannya di Indonesia


Indonesia. Sebuah negara besar dengan jumlah penduduk jutaan yang tiap tahun semakin meningkat. Jumlah penduduk yang kian meningkat ini bukan hanya mendatangkan dampak negatif, tapi juga dampak positif yang bisa kita manfaatkan. Beberapa masalah yang timbul karena adanya ledakan penduduk di Indonesia antara lain adalah kemiskinan, pengangguran dan kelaparan. Masalah – masalah tersebut telah ada sejak era yang lalu, dan hingga sekarang belum teratasi kendati pemerintah telah berusaha mengatasi masalah – masalah tersebut. Banyak usaha yang dilakukan pemerintah guna meminimalisir (setidaknya minimalisasi adalah yang masih bisa dilakukan jika untuk mengatasinya masih belum bisa) masalah – masalah terkait ledakan penduduk tersebut. Beberapa hal yang telah diupayakan pemerintah selama ini di antaranya adalah usaha untuk memperluas lapangan kerja, adanya bantuan sembako bagi penduduk yang tidak mampu dan kegiatan – kegiatan lain yang bersifat pembekalan keterampilan untuk meningkatkan produktifitas masyarakat. Namun meskipun pemerintah telah berusaha melakukan upaya – upaya tersebut, masih belum bisa dicapai hasil yang maksimal karena adanya berbagai kendala. Selain dampak negatif karena ledakan penduduk tersebut, ada pula dampak positif yang bisa kita ambil dari peristiwa tersebut. Dampak positif yang ada tersebut berupa tingkat konsumtifitas dan sumber daya manusia (SDM) yang tentu saja meningkat pula. Dari segi konsumtifitas, manfaat yang didapat adalah naiknya penjualan barang – barang karena kebutuhan yang semakin meningkat. Dengan jumlah masyarakat Indonesia yang begitu banyak ini, tentu saja negara – negara lain terpikir untuk menjual produknya di Indonesia mengingat tingginya angka konsumsi Indonesia. Namun melakukan kegiatan perdagangan dan pemasaran produk ke negara lain tentunya bukan perkara mudah. Ada cara – cara yang harus dijalankan sesuai prosedur  yang berlaku. Namun masalah perdagangan antar negara sekarang sudah mulai teratasi dengan munculnya era globaliasasi. Globalisasi sekarang ini menjadi salah satu alasan kuat yang menciptakan perlunya kerjasama antar negara di dunia. Dengan mengandalkan jargon globalisasi dan kerjasama antar negara, maka batas negara tidak lagi menjadi sesuatu yang menghalangi negara – negara yang ada di dunia. Salah satu dampak globalisasi yang terkjadi di Indonesia terkait dengan perdagangan antar negara adalah adanya kebijakan ACFTA (Asean – China Free Trade Area). Kebijikan ini diharapkan mampu untuk meningkatkan penjualan Indonesia, karena dengan adanya kebijakan ini, maka Indonesia berhak untuk memasarkan produknya di China, begitu pula sebaliknya. Namun benarkah kebijakan tersebut telah berhasil memajukan perekonomian masyarakat Indonesia ? Terkait dengan hal tersebut, dalam esai ini kami akan mencoba memaparkan tentang Akuntansi Sektor Publik di Indonesia dengan memfokuskan permasalahan pada kebijakan ACFTA.
         Seperti telah kita ketahui secara umum, bahwa kebijakan ini yang semula dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dalam rangka mewujudkan tatanan hidup yang lebih baik, ternyata malah menjadi bumerang yang membuat kegiatan ekonomi masyarakat semakin tersendat. Dalam esai ini kami akan membahas tentang kebijakan tersebut beserta segala dampaknya bagi masyarakat dan industri di Indonesia. ACFTA atau Asean – China Free Trade Area adalah regionalisasi perdagangan bebas antara negara China dan ASEAN (Kurniawan, 2010). Gagasan untuk melakukan kerjasama perdagangan bebas ini dikarenakan adanya pandangan bahwa keseimbangan kekuatan ekonomi saat ini akan berpusat pada Kerajaan Timur Tengah. Agar negara Asia tidak tertinggal dalam pertumbuhan ekonomi, maka gagasan ini dirasa paling tepat untuk mengintegrasikan perekonomian antara ASEAN dan China. ACFTA ini sendiri mulai diberlakukan di Indonesia pada awal Januari 2010. Dengan pemberlakuan ini, maka dimulailah persaingan ketat antara produk luar negeri dan produk dalam negeri. Persaingan tersebut tidak hanya dari segi harga, namun juga mutu dan kuantitas.  Seperti yang kita ketahui selama ini, barang – barang yang diproduksi China adalah barang – barang dengan kualitas cukup bagus dengan harga yang juga relatif murah. Dengan masuknya barang – barang dari China secara bebas ke Indonesia, maka para produsen Indonesia akan mengalami masalah yang cukup serius dalam persaingan penjualan produk.
         Terkait dengan bebasnya pemasaran produk China di Indonesia, pemerintah bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Indonesia (Apindo) membentuk tim bersama ASEAN – China Free Trade Agreement  (Anggraeni, 2010). Tim ini difungsikan untuk menampung keluhan sehubungan dengan hambatan yang dirasakan pengusaha menghadapi pelaksanaan ACFTA yang dimulai pada awal Januari 2010. Tim itu sendiri dipimpin oleh Menko Perekonomian, Deputi Menko (Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan) Edi Putra. Pembentukan tim tersebut nantinya dimaksudkan untuk menampung semua keluhan para pengusaha terkait dengan kesulitannya setelah diberlakukannya ACFTA, untuk kemudian dipantau, dibandingkan dengan kompetitor dan dicari jalan keluar untuk masalah yang dihadapi tersebut. Dengan adanya tim tersebut diharapkan proden Indonesia akan memili daya saing untuk tetap bertahan di ranah perdagangan bebas antar negara ini. Namun ternyata pembentukan tim ini tidak banyak memberikan manfaat positif bagi para pengusaha sehubungan dengan diberlakukannya ACFTA.
            Pada akhir Maret 2011 lalu, Menteri Perindustrian Mohammad Sulaiman Hidayat memaparkan bahwa telah ada sembilan sektor industri yang terkena dampak dari pemberlakuan ACFTA. Dampak itu sendiri berupa adanya penurunan produksi, penjualan, keuntungan, hingga pengurangan tenaga kerja. Sedangkan seperti disebutkan pada Republika Online, sembilan sektor industri yang terkena dampak ACFTA diantaranya adalah :
1.Industri tekstil dan produk tekstil (TPT)
2.Industri alas kaki (sepatu)
3.Industri elektronik
4.Industri mebel kayu dan rotan
5.Industri mainan anak
6.Industri permesinan
7.Industri besi dan baja
8.Industri makanan dan minuman, serta
9.Industri jamu dan kosmetik
            Selain adanya penuruan, dijelaskan pula bahwa banyak industri yang bangkrut atau gulung tikar. Karena banyaknya industri yang bangkut tersebut, maka masalah baru yang muncul adalah naiknya tingkat pengangguran. Selain pengangguran, masalah lain yang disebabkan karena pemberlakuan ACFTA adalah peningkatan impor bahan baku (LIMBUNGNYA INDUSTRI NASIONAL, 2011).
            Adanya lebih banyak dampak negatif daripada positif dari pemberlakuan ACFTA ini telah membuat pemerintah berpikir ulang dan melakukan negosiasi ulang. Negosiasi ulang ini sendiri dilakukan karena adanya indikasi persaingan yang tidak adil berdasarkan survei Kementerian Perindustrian. Dari hasil survei yang dilakukan tersebut, perdagangan bebas antara China – Indonesia berjalan timpang karena produk China banyak membanjiri pasar Indonesia, terutama dalam segmen menengah ke bawah. Terkait dengan permasalahan tersebut, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa pemerintah ingin menjaga tiga kondisi dalam pelaksanaan ACFTA. Tiga kondisi tersebut antara lain :
1)      Yang pertama menurut Hatta, adalah mempertahankan agar defisit perdagangan antara Indonesia dan China tidak semakin melebar. Dalam hal ini, Indonesia menagih komitmen China agar neraca perdagangan tetap seimbang.
2)      Yang kedua, jika terjadi pukulan pada industri Indonesia, pemerintah dapat memaksa China untuk membahasnya. Pemerintah menuntut dilakukannya pembahasan ini agar industri yang ada di Indonesia tidak terpukul hingga lumpuh.
3)      Yang ketiga, Indonesia tetap menghormati ASEAN, tetapi dengan semangat untuk menjaga neraca perdagangan.
         Selain tiga upaya di atas, upaya lain yang harus segera dilakukan adalah meningkatkan daya saing para pengusaha dan produsen dalam negeri, sehingga tidak harus terpukul telak dengan adanya pemberlakuan ACFTA ini  (Budiarti, 2011).
         Seperti telah disebutkan di atas, daya saing dari produsen dan pengusaha dalam negeri juga menjadi salah satu pengahambat pemberlakuan ACFTA, dimana pada akhirnya Indonesia sebagai pelakunya tidak dapat mengambil manfaat yang maksimal dari pemberlakuan ACFTA itu sendiri. Barang dari China yang relatif lebih murah akan mengalahkan produk dalam negeri yang harganya lebih mahal. Namun apakah ini salah para produsen ? Tidak sepenuhnya. ACFTA menuntut para produsen Indonesia untuk menghasilan produk yang efisien dan murah. Namun ada kendala tersendiri untuk menghasilkan produk yang  murah tersebut, dan kendala tersebut sebenarnya berasal dari dalam negeri. Kendala tersebut adalah mahalnya biaya – biaya di Indonesia. Tingginya biaya produksi di Indonesia menyebabkan keniscayaan dalam menghasilkan produk yang murah tapi bermutu. Secara logika, bagaimana bisa para produsen menghasilkan produk dengan harga yang murah, jika biaya untuk produksinya saja tinggi ? Biaya produksi tidak hanya terpusat pada bahan baku, namun ada juga hal – hal lain yang merupakan pendukung berjalannya proses produksi. Pendukung tersebut antara lain adalah sumber daya, prosedur perdagangan dan jalur perhubungan.
         Dari segi sumber daya, disini bisa dikaitkan dengan listrik dan air misalnya. Dua elemen tersebut sepertinya adalah dua elemen yang cukup penting terkait dunia perindustrian. Di Indonesia ini, siapa yang tidak tahu bahwa PLN sering melakukan pemadaman bergilir. Mungkin untuk orang – orang yang kegiatannya hanya berkisar dalam taraf rumah tangga, pemadaman bergilir semacam ini hanya akan membuat gerutuan dan permasalahan pada urusan rumah tangga. Seperti tidak bisa mencuci pakaian dan menyeterika. Namun lain halnya jika pemadaman ini dihadapi oleh industri. Bayangkan berapa kerugian yang akan diderita industri kecil ketika pemadaman terjadi lima jam saja. Lima jam yang harusnya dapat digunakan untuk melakukan proses produksi akhirnya hanya terbuang sia – sia karena pemadaman listrik. Tersendatnya pasokan air juga mungkin akan berpengaruh pada sektor – sektor industri yang menggunakan air dalam  proses produksinya. Terkadang pula pasokan air yang diterima tidak dalam kualitas yang baik.
         Dari segi prosedur perdagangan, industri akan dihambat oleh rumitnya prosedur perdagangan dan proses industri. Prosedur yang rumit tersebut akhirnya juga bisa memunculkan biaya – biaya tambahan yang diperlukan untuk memperlancar prosedur yang ada. Dengan adanya biaya tambahan terkait prosedur perdagangan atau proses produksi tersebut, tentu saja akan meningkatkan harga barang yang diproduksi untuk menutup biaya yang telah dikeluarkan industri terkait dengan produksi dan perdagangan barangnya.
         Dari segi jalur perhubungan, Indonesia menghadapi masalah yang serius terkait penyediaan jalur perhubungan bagi masyarakat. Keadaan jalan yang kadang tidak layak pakai, akan menghambat para produsen dan pengusaha dalam memasarkan produk. Dari aspek kerusakan jalan misalnya, akan menambah biaya transportasi produsen dalam memasarkan produknya. Kegiatan di pelabuhan yang kurang efektif juga akan menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen. Seperti yang dapat kita saksikan pada tanyangan berita baru – baru ini, bahwa di sebuah pelabuhan terjadi penumpukan truk yang akan memuat barang ke kapal. Proses pengiriman barang melalui jalur laut yang sudah diperkirakan waktu dan biayanya, bisa keluar dari perkiraan karena sulitnya pengiriman dari pelabuhan. Selain itu, kemacetan juga menjadi salah satu masalah yang belum bisa diatasi. Macetnya lalu lintas akan menyebabkan terhambatnya proses distribusi barang. Dan terhambatnya proses distribusi barang tentunya juga akan berakibat pada naiknya harga barang yang bersangkutan.
         Dari aspek – aspek penghambat tersebut, dapat kita simpulkan bahwa salah satu penghambat produsen untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan memiliki harga terjangkau adalah kurangnya pertisipasi pemerintah dalam memaksimalkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan daya saing produsen Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih memikirkan dan memfasilitasi para produsen dan pengusaha di Indonesia untuk dapat bersaing secara sehat dalam kancah perdagangan bebas dunia, terutama saat ini bersaingan dalam menghadapi pemberlakuan ACFTA.
         Terlepas dari baik buruknya ACFTA, disini banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pemberlakuan ACFTA. Dengan pemberlakuan ACFTA ini, kita dapat mengukur dan membandingkan kemampuan bersaing kita dengan negara lain, dalam hal ini adalah China yang telah terkenal sebagai negara penghasil barang yang cukup berkualitas dan memiliki harga terjangkau. Beberapa hal penting yang harus digaris bawahi jika melihat pemberlakuan ACFTA di Indonesia adalah :
1)      Pemerintah harusnya lebih kritis sebelum mengambil keputusan terkait ACFTA. Pemerintah sepertinya terlalu tergesa – gesa dalam mengambil keputusan, tanpa melihat kondisi pasar Indonesia yang pada kenyataannya belum siap bersaing dengan pasar internasional.
2)      Karena keputusan terkait pasar internasional terlanjur diambil, maka langkah yang paling tepat dilakukan oleh pemerintah adalah memperbaiki tatanan industri dan meningkatkan daya saing (dari segi mutu dan harga) para produsen dan pengusaha di Indonesia.
3)      Pemerintah juga harus tegas dalam mengatur dan mengendalikan masuknya barang – barang dari China. Karena dengan masuknya barang dari China dalam jumlah yang sangat besar, dengan harga yang bahkan kadang lebih murah daripada barang – barang dalam negeri, itu akan menyulitkan para produsen lokal dalam memasarkan produknya. Para pembeli cenderung akan membeli yang lebih murah.
4)      Pemerintah harus memaksimalkan fungsi tim yang dibentuk sebagai tim “pembimbing” para produsen dan pengusaha dalam menghadapi ACFTA.
5)      Pemerintah hendaknya menghilangkan kesenjangan dengan para produsen dan pengusaha serta memfasilitasi secara penuh pemberlakuan ACFTA.

Bibliography


Anggraeni, L. D. (2010, 1 26). Dampak ACFTA Terhadap Perekonomian Indonesia. Retrieved 5 19, 2011, from http://www.scribd.com: http://www.scribd.com/doc/25830743/dampak-ACFTA-terhadap-perekonomian-Indonesia
Budiarti, I. (2011, 4 12). Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China atau ACFTA. Retrieved 5 19, 2011, from wordpress.com: http://beritaburuhindonesia.wordpress.com/2011/04/12/perjanjian-perdagangan-bebas-asean-china-atau-acfta/
Kurniawan, H. (2010). Persaingan Antar Produk setelah Berlakunya Asean China Free Trade Area (ACFTA) di Indonesia. Retrieved 5 19, 2011, from www.docstoc.com: http://www.docstoc.com/docs/24353229/MAKALAH-Seminar-Manajemen
LIMBUNGNYA INDUSTRI NASIONAL. (2011, 4 25). Retrieved 5 19, 2011, from http://republika.co.id: http://republika.co.id:8080/koran/136/133805/LIMBUNGNYA_INDUSTRI_NASIONAL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar