Indonesia.
Sebuah negara besar dengan jumlah penduduk jutaan yang tiap tahun semakin
meningkat. Jumlah penduduk yang kian meningkat ini bukan hanya mendatangkan
dampak negatif, tapi juga dampak positif yang bisa kita manfaatkan. Beberapa
masalah yang timbul karena adanya ledakan penduduk di Indonesia antara lain
adalah kemiskinan, pengangguran dan kelaparan. Masalah – masalah tersebut telah
ada sejak era yang lalu, dan hingga sekarang belum teratasi kendati pemerintah
telah berusaha mengatasi masalah – masalah tersebut. Banyak usaha yang
dilakukan pemerintah guna meminimalisir (setidaknya minimalisasi adalah yang
masih bisa dilakukan jika untuk mengatasinya masih belum bisa) masalah –
masalah terkait ledakan penduduk tersebut. Beberapa hal yang telah diupayakan
pemerintah selama ini di antaranya adalah usaha untuk memperluas lapangan
kerja, adanya bantuan sembako bagi penduduk yang tidak mampu dan kegiatan –
kegiatan lain yang bersifat pembekalan keterampilan untuk meningkatkan
produktifitas masyarakat. Namun meskipun pemerintah telah berusaha melakukan
upaya – upaya tersebut, masih belum bisa dicapai hasil yang maksimal karena
adanya berbagai kendala. Selain dampak negatif karena ledakan penduduk
tersebut, ada pula dampak positif yang bisa kita ambil dari peristiwa tersebut.
Dampak positif yang ada tersebut berupa tingkat konsumtifitas dan sumber daya
manusia (SDM) yang tentu saja meningkat pula. Dari segi konsumtifitas, manfaat
yang didapat adalah naiknya penjualan barang – barang karena kebutuhan yang
semakin meningkat. Dengan jumlah masyarakat Indonesia yang begitu banyak ini,
tentu saja negara – negara lain terpikir untuk menjual produknya di Indonesia
mengingat tingginya angka konsumsi Indonesia. Namun melakukan kegiatan
perdagangan dan pemasaran produk ke negara lain tentunya bukan perkara mudah.
Ada cara – cara yang harus dijalankan sesuai prosedur yang berlaku. Namun masalah perdagangan antar
negara sekarang sudah mulai teratasi dengan munculnya era globaliasasi. Globalisasi
sekarang ini menjadi salah satu alasan kuat yang menciptakan perlunya kerjasama
antar negara di dunia. Dengan mengandalkan jargon globalisasi dan kerjasama
antar negara, maka batas negara tidak lagi menjadi sesuatu yang menghalangi
negara – negara yang ada di dunia. Salah satu dampak globalisasi yang terkjadi
di Indonesia terkait dengan perdagangan antar negara adalah adanya kebijakan
ACFTA (Asean – China Free Trade Area). Kebijikan ini diharapkan mampu untuk
meningkatkan penjualan Indonesia, karena dengan adanya kebijakan ini, maka Indonesia
berhak untuk memasarkan produknya di China, begitu pula sebaliknya. Namun
benarkah kebijakan tersebut telah berhasil memajukan perekonomian masyarakat
Indonesia ? Terkait dengan hal tersebut, dalam esai ini kami akan mencoba
memaparkan tentang Akuntansi Sektor Publik di Indonesia dengan memfokuskan
permasalahan pada kebijakan ACFTA.
Seperti telah kita ketahui secara umum,
bahwa kebijakan ini yang semula dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dalam rangka mewujudkan tatanan hidup yang lebih baik, ternyata
malah menjadi bumerang yang membuat kegiatan ekonomi masyarakat semakin
tersendat. Dalam esai ini kami akan membahas tentang kebijakan tersebut beserta
segala dampaknya bagi masyarakat dan industri di Indonesia. ACFTA atau Asean –
China Free Trade Area adalah regionalisasi perdagangan bebas antara negara
China dan ASEAN (Kurniawan, 2010). Gagasan untuk
melakukan kerjasama perdagangan bebas ini dikarenakan adanya pandangan bahwa
keseimbangan kekuatan ekonomi saat ini akan berpusat pada Kerajaan Timur
Tengah. Agar negara Asia tidak tertinggal dalam pertumbuhan ekonomi, maka
gagasan ini dirasa paling tepat untuk mengintegrasikan perekonomian antara
ASEAN dan China. ACFTA ini sendiri mulai diberlakukan di Indonesia pada awal
Januari 2010. Dengan pemberlakuan ini, maka dimulailah persaingan ketat antara
produk luar negeri dan produk dalam negeri. Persaingan tersebut tidak hanya
dari segi harga, namun juga mutu dan kuantitas.
Seperti yang kita ketahui selama ini, barang – barang yang diproduksi
China adalah barang – barang dengan kualitas cukup bagus dengan harga yang juga
relatif murah. Dengan masuknya barang – barang dari China secara bebas ke
Indonesia, maka para produsen Indonesia akan mengalami masalah yang cukup
serius dalam persaingan penjualan produk.
Terkait dengan
bebasnya pemasaran produk China di Indonesia, pemerintah bersama Kamar Dagang
dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Indonesia (Apindo) membentuk tim
bersama ASEAN – China Free Trade Agreement
(Anggraeni, 2010). Tim ini difungsikan untuk menampung keluhan
sehubungan dengan hambatan yang dirasakan pengusaha menghadapi pelaksanaan
ACFTA yang dimulai pada awal Januari 2010. Tim itu sendiri dipimpin oleh Menko
Perekonomian, Deputi Menko (Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan) Edi
Putra. Pembentukan tim tersebut nantinya dimaksudkan untuk menampung semua
keluhan para pengusaha terkait dengan kesulitannya setelah diberlakukannya
ACFTA, untuk kemudian dipantau, dibandingkan dengan kompetitor dan dicari jalan
keluar untuk masalah yang dihadapi tersebut. Dengan adanya tim tersebut
diharapkan proden Indonesia akan memili daya saing untuk tetap bertahan di
ranah perdagangan bebas antar negara ini. Namun ternyata pembentukan tim ini
tidak banyak memberikan manfaat positif bagi para pengusaha sehubungan dengan
diberlakukannya ACFTA.
Pada akhir
Maret 2011 lalu, Menteri Perindustrian Mohammad Sulaiman Hidayat memaparkan
bahwa telah ada sembilan sektor industri yang terkena dampak dari pemberlakuan
ACFTA. Dampak itu sendiri berupa adanya penurunan produksi, penjualan,
keuntungan, hingga pengurangan tenaga kerja. Sedangkan seperti disebutkan pada
Republika Online, sembilan sektor industri yang terkena dampak ACFTA
diantaranya adalah :
1.Industri tekstil dan produk tekstil (TPT)
2.Industri alas kaki (sepatu)
3.Industri elektronik
4.Industri mebel kayu dan rotan
5.Industri mainan anak
6.Industri permesinan
7.Industri besi dan baja
8.Industri makanan dan minuman, serta
9.Industri jamu dan kosmetik
Selain
adanya penuruan, dijelaskan pula bahwa banyak industri yang bangkrut atau
gulung tikar. Karena banyaknya industri yang bangkut tersebut, maka masalah
baru yang muncul adalah naiknya tingkat pengangguran. Selain pengangguran,
masalah lain yang disebabkan karena pemberlakuan ACFTA adalah peningkatan impor
bahan baku (LIMBUNGNYA INDUSTRI NASIONAL, 2011).
Adanya lebih
banyak dampak negatif daripada positif dari pemberlakuan ACFTA ini telah
membuat pemerintah berpikir ulang dan melakukan negosiasi ulang. Negosiasi
ulang ini sendiri dilakukan karena adanya indikasi persaingan yang tidak adil
berdasarkan survei Kementerian Perindustrian. Dari hasil survei yang dilakukan
tersebut, perdagangan bebas antara China – Indonesia berjalan timpang karena
produk China banyak membanjiri pasar Indonesia, terutama dalam segmen menengah
ke bawah. Terkait dengan permasalahan tersebut, Menteri Koordinator
Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa pemerintah ingin menjaga tiga
kondisi dalam pelaksanaan ACFTA. Tiga kondisi tersebut antara lain :
1)
Yang pertama menurut Hatta,
adalah mempertahankan agar defisit perdagangan antara Indonesia dan China tidak
semakin melebar. Dalam hal ini, Indonesia menagih komitmen China agar neraca
perdagangan tetap seimbang.
2)
Yang kedua, jika terjadi pukulan
pada industri Indonesia, pemerintah dapat memaksa China untuk membahasnya.
Pemerintah menuntut dilakukannya pembahasan ini agar industri yang ada di
Indonesia tidak terpukul hingga lumpuh.
3)
Yang ketiga, Indonesia tetap
menghormati ASEAN, tetapi dengan semangat untuk menjaga neraca perdagangan.
Selain tiga
upaya di atas, upaya lain yang harus segera dilakukan adalah meningkatkan daya
saing para pengusaha dan produsen dalam negeri, sehingga tidak harus terpukul
telak dengan adanya pemberlakuan ACFTA ini
(Budiarti, 2011).
Seperti telah
disebutkan di atas, daya saing dari produsen dan pengusaha dalam negeri juga
menjadi salah satu pengahambat pemberlakuan ACFTA, dimana pada akhirnya
Indonesia sebagai pelakunya tidak dapat mengambil manfaat yang maksimal dari
pemberlakuan ACFTA itu sendiri. Barang dari China yang relatif lebih murah akan
mengalahkan produk dalam negeri yang harganya lebih mahal. Namun apakah ini
salah para produsen ? Tidak sepenuhnya. ACFTA menuntut para produsen Indonesia
untuk menghasilan produk yang efisien dan murah. Namun ada kendala tersendiri
untuk menghasilkan produk yang murah
tersebut, dan kendala tersebut sebenarnya berasal dari dalam negeri. Kendala
tersebut adalah mahalnya biaya – biaya di Indonesia. Tingginya biaya produksi
di Indonesia menyebabkan keniscayaan dalam menghasilkan produk yang murah tapi
bermutu. Secara logika, bagaimana bisa para produsen menghasilkan produk dengan
harga yang murah, jika biaya untuk produksinya saja tinggi ? Biaya produksi
tidak hanya terpusat pada bahan baku, namun ada juga hal – hal lain yang merupakan
pendukung berjalannya proses produksi. Pendukung tersebut antara lain adalah
sumber daya, prosedur perdagangan dan jalur perhubungan.
Dari segi
sumber daya, disini bisa dikaitkan dengan listrik dan air misalnya. Dua elemen
tersebut sepertinya adalah dua elemen yang cukup penting terkait dunia
perindustrian. Di Indonesia ini, siapa yang tidak tahu bahwa PLN sering
melakukan pemadaman bergilir. Mungkin untuk orang – orang yang kegiatannya
hanya berkisar dalam taraf rumah tangga, pemadaman bergilir semacam ini hanya
akan membuat gerutuan dan permasalahan pada urusan rumah tangga. Seperti tidak
bisa mencuci pakaian dan menyeterika. Namun lain halnya jika pemadaman ini
dihadapi oleh industri. Bayangkan berapa kerugian yang akan diderita industri
kecil ketika pemadaman terjadi lima jam saja. Lima jam yang harusnya dapat
digunakan untuk melakukan proses produksi akhirnya hanya terbuang sia – sia
karena pemadaman listrik. Tersendatnya pasokan air juga mungkin akan
berpengaruh pada sektor – sektor industri yang menggunakan air dalam proses produksinya. Terkadang pula pasokan
air yang diterima tidak dalam kualitas yang baik.
Dari segi
prosedur perdagangan, industri akan dihambat oleh rumitnya prosedur perdagangan
dan proses industri. Prosedur yang rumit tersebut akhirnya juga bisa
memunculkan biaya – biaya tambahan yang diperlukan untuk memperlancar prosedur
yang ada. Dengan adanya biaya tambahan terkait prosedur perdagangan atau proses
produksi tersebut, tentu saja akan meningkatkan harga barang yang diproduksi
untuk menutup biaya yang telah dikeluarkan industri terkait dengan produksi dan
perdagangan barangnya.
Dari segi jalur
perhubungan, Indonesia menghadapi masalah yang serius terkait penyediaan jalur
perhubungan bagi masyarakat. Keadaan jalan yang kadang tidak layak pakai, akan
menghambat para produsen dan pengusaha dalam memasarkan produk. Dari aspek
kerusakan jalan misalnya, akan menambah biaya transportasi produsen dalam
memasarkan produknya. Kegiatan di pelabuhan yang kurang efektif juga akan
menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen. Seperti yang dapat kita
saksikan pada tanyangan berita baru – baru ini, bahwa di sebuah pelabuhan
terjadi penumpukan truk yang akan memuat barang ke kapal. Proses pengiriman
barang melalui jalur laut yang sudah diperkirakan waktu dan biayanya, bisa
keluar dari perkiraan karena sulitnya pengiriman dari pelabuhan. Selain itu,
kemacetan juga menjadi salah satu masalah yang belum bisa diatasi. Macetnya
lalu lintas akan menyebabkan terhambatnya proses distribusi barang. Dan
terhambatnya proses distribusi barang tentunya juga akan berakibat pada naiknya
harga barang yang bersangkutan.
Dari aspek –
aspek penghambat tersebut, dapat kita simpulkan bahwa salah satu penghambat
produsen untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan memiliki harga
terjangkau adalah kurangnya pertisipasi pemerintah dalam memaksimalkan sumber
daya yang ada untuk meningkatkan daya saing produsen Indonesia. Oleh karena
itu, pemerintah harus lebih memikirkan dan memfasilitasi para produsen dan
pengusaha di Indonesia untuk dapat bersaing secara sehat dalam kancah
perdagangan bebas dunia, terutama saat ini bersaingan dalam menghadapi
pemberlakuan ACFTA.
Terlepas dari
baik buruknya ACFTA, disini banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pemberlakuan
ACFTA. Dengan pemberlakuan ACFTA ini, kita dapat mengukur dan membandingkan
kemampuan bersaing kita dengan negara lain, dalam hal ini adalah China yang
telah terkenal sebagai negara penghasil barang yang cukup berkualitas dan
memiliki harga terjangkau. Beberapa hal penting yang harus digaris bawahi jika
melihat pemberlakuan ACFTA di Indonesia adalah :
1)
Pemerintah harusnya lebih kritis
sebelum mengambil keputusan terkait ACFTA. Pemerintah sepertinya terlalu
tergesa – gesa dalam mengambil keputusan, tanpa melihat kondisi pasar Indonesia
yang pada kenyataannya belum siap bersaing dengan pasar internasional.
2)
Karena keputusan terkait pasar
internasional terlanjur diambil, maka langkah yang paling tepat dilakukan oleh
pemerintah adalah memperbaiki tatanan industri dan meningkatkan daya saing
(dari segi mutu dan harga) para produsen dan pengusaha di Indonesia.
3)
Pemerintah juga harus tegas
dalam mengatur dan mengendalikan masuknya barang – barang dari China. Karena
dengan masuknya barang dari China dalam jumlah yang sangat besar, dengan harga
yang bahkan kadang lebih murah daripada barang – barang dalam negeri, itu akan
menyulitkan para produsen lokal dalam memasarkan produknya. Para pembeli
cenderung akan membeli yang lebih murah.
4)
Pemerintah harus memaksimalkan
fungsi tim yang dibentuk sebagai tim “pembimbing” para produsen dan pengusaha
dalam menghadapi ACFTA.
5)
Pemerintah hendaknya
menghilangkan kesenjangan dengan para produsen dan pengusaha serta
memfasilitasi secara penuh pemberlakuan ACFTA.
Bibliography
Anggraeni, L. D. (2010, 1 26). Dampak ACFTA Terhadap
Perekonomian Indonesia. Retrieved 5 19, 2011, from http://www.scribd.com:
http://www.scribd.com/doc/25830743/dampak-ACFTA-terhadap-perekonomian-Indonesia
Budiarti, I. (2011, 4 12). Perjanjian Perdagangan Bebas
ASEAN-China atau ACFTA. Retrieved 5 19, 2011, from wordpress.com:
http://beritaburuhindonesia.wordpress.com/2011/04/12/perjanjian-perdagangan-bebas-asean-china-atau-acfta/
Kurniawan, H. (2010). Persaingan Antar Produk setelah
Berlakunya Asean China Free Trade Area (ACFTA) di Indonesia. Retrieved 5
19, 2011, from www.docstoc.com:
http://www.docstoc.com/docs/24353229/MAKALAH-Seminar-Manajemen
LIMBUNGNYA INDUSTRI NASIONAL. (2011, 4 25). Retrieved 5 19,
2011, from http://republika.co.id: http://republika.co.id:8080/koran/136/133805/LIMBUNGNYA_INDUSTRI_NASIONAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar